"Selamat Datang... Demi Perkembangan Blog Ini di Mohon Mengisi Form Komentar"

Friday, September 25, 2009

DR. Gerengan Saul Samuel Jacob Ratulangi.


DR. Gerengan Saul Samuel Jacob Ratulangi.
Sam Ratulangi dilahirkan di Tondano,Manado pada tanggal 5 November 1890. Beliau menamatkan pendidikan di Hoofden School (Sekolah Raya) di Tondano. Beliau juga mengikuti pendidikan di Sekolah Teknik (KWS) di Jakarta. Pada tahun 1915, beliau mendapatkan ijazah guru ilmu Pasti dan Alam untuk Sekolah Menengah di Negeri Belanda. Pada tahun 1919, beliau mendapatkan gelar Doktor Ilmu Pasti dan Alam di Swiss. Beliau aktif dalam kegiatan organisasi di Belanda, diantaranya beliau pernah menjabat sebagai ketua Indische Vereniging yaitu organisasi pelajar pelajar Indonesia di Negeri Belanda. Beliau juga pernah menjabat sebagai ketua organisasi pelajar pelajar Asia sewaktu berada di Swiss.. setelah beliau kembali ke Indonesia, beliau mengajar ilmu pasti di AMS Yogyakarta. Beliau mendirikan Maskapai asuransi Indonesia ketika bertugas di Bandung. Pada tahun 1924-1927, beliau menjabat sebagai Sekretaris Dewan Minahasa di Manado. Pada tahun 1927, beliau menjadi anggota Volksraad. Beliau juga turut berpartisipasi dalam mendirikan Persatuan Kaum Sarjana Indonesia. Beliau juga menulis buku yang berjudul Indonesia in de Pacific. Pada tahun 1938 sampai dengan tahun 1942, beliau menjabat sebagai redaksi mingguan politik Nasionale Commenraren. Beliau juga ikut sebagai salah satu anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI. Pada tanggal 19 Agustus 1945, ketika PPKI membagi wilayah Indonesia menjadi 8 propinsi, beliau diangkat menjadi salah satu gubernur yang berkedudukan di Makasar (sekarang Ujungpandang). Beliau turut memperjuangkan Sulawesi supaya tidak dipisahkan dengan RI melalui PBB. Beliau ditangkap dan dibuang ke serui Irian Jaya. Setelah bebas, beliau kembali ditangkap pada saat terjadinya Agresi militer Belanda II. Beliau wafat di Jakarta pada tanggal 30 JUni 1949 dalam tawanan musuh dan dimakamkan di tanah kelahirannya, Tondano Manado. Atas jasa jasa beliau, nama beliau diabadikan sebagai nama salah satu universitas yang terletak di Manado. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.590 Tahun 1961, tanggal 9 November 1961, beliau ditetapkan sebagai Pahlawan kemerdekaan Nasional.

Thursday, September 24, 2009

Robert Wolter Monginsidi.


Robert Wolter Monginsidi.
Robert Wolter Monginsidi dilahirkan di desa Mamalayang Manado, pada tanggal 14 februari 1925. Beliau menamatkan pendidikan HIS lalu melanjutkan pendidikan di MULO frater namun hanya duduk di kelas dua. Selain itu, beliau juga mendapatkan pendidikan di Sekolah Bahasa Jepang. Pada tanggal 27 Oktober 1945, beliau memimpin serangan terhadap pos tentara Belanda di dalam kota. Untuk menyatukan tenaga perjuangan maka dibentuklah Laskar Pemberontakan Rakyat Sulawesi selatan (LAPRIS). Beliau menjabat sebagai sekretaris jendral. Beliau bertugas untuk merencanakan operasi operasi militer, dan beliau juga aktif dalam melakukan penyamaran sebagai Polisi Tentara Belanda sehingga dapat dengan mudah mengetahui rahasia musuh dan dapat menentukan sasaran serangan. Tanggal 18 Februari 1947, Belanda melancarkan aksi razia secara besar besaran dan berhasil menangkap Monginsidi dan memasukkan ke dalam penjara.Pada tanggal 17 Oktober, beliau berhasil lolos tetapi 9 hari kemudian, beliau kembali tertangkap. Belanda mengajaknya bekerja sama namun dengan tegas beliau menolaknya. Dalam pengadilan, beliau dijatuhi hukuman mati. Keputusan itu diterimanya dengan hati tegar namun masyarakat menolaknya dan mengajukan permohonan supaya hukuman itu dibatalkan namun penguasa Belanda menolaknya. Pada tanggal yang telah ditentukan yaitu tanggal 5 September tahun 1949, beliau menjalani hukuman mati di Pacinang di depan regu tembak. Beliau menolak kain merah yang digunakan untuk menutup matanya. Tangan kiri beliau menggenggam Injil dan tangan kanannya mengepal tinju sambil memekikkan merdeka. Di dalam kitab Injil ditemukan secarik kertas yang bertuliskan “Setia hingga terakhir dalam keyakinan”. Tanggal 10 November tahun 1950, makamnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Ujungpandang. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No, 088/TK Tahun 1973, tanggal 6 November 1973, beliau ditetapkan sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan

MGR Albertus Sugiyopranoto


MGR Albertus Sugiyopranoto
Albertus Sugiyopranoto dilahirkan di Solo pada tanggal 25 November tahun 1890. Beliau menamatkan pendidikannya di Sekolah Guru pada tahun 1915. Tahun 1916, beliau mengikuti kegiatan imamat dan mulai mendalami ilmu agama Katholik,bahasa latin, Yunani dan filsafat di negeri Belanda. Di tahun 1928, beliau mengikuti pelajaran Teologi di Belanda.dengan nama Frater Sugiyo, beliau kembali ke Indonesia dan mengajar ilmu pasti, bahasa Jawa dan Agama di sekolah guru pada kolose di Muntilan dan memimpin mingguan Swara Tama berbahasa jawa.
Beliau pernah mewakili frater frater se-Indonesia menghadiri perayaan kepausan di Roma ,Italia dan bertemu dengan Paus Pius. Pada tahun 1931, beliau ditahbiskan sebagai iman. Tahun 1933, beliau kembali ke Indonesia dengan nama Sugiyopranoto dan diangkat menjadi Pastor Pembantu di Bintaran, kemudian beliau menjadi Pastor Paroki.
Tahun 1938 beliau menjadi penasehat Misi Jesus di pulau Jawa. Tahun 1940, beliau diangkat menjadi Vikaris Apostolik untuk memangku jabatan keuskupan. Putra Indonesia pertama yang diangkat menjadi Uskup Agung. Beliau juga menjadi iman Katholik pertama yang mengembangkan agama Katholik yang disesuaikan dengan adat ketimuran. Pada zaman Jepang, beliau berjuang menentang anggapan yang menyamakan gereja dengan kolonial belanda. Beliau wafat di negeri belanda pada tanggal 10 Juli 1963 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Giritungggal semarang. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.152 Tahun 1963, tanggal 26 Maret 1963, beliau ditetapkan sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan.

Monday, September 21, 2009

DR. Saharjo SH


DR. Saharjo SH
DR. Saharjo SH dilahirkan di Solo pada tanggal 26 JUni 1909. Beliau melanjutkan pendidikan di Stovia, namun tidak sampai tamat. Setelah itu beliau pindah ke AMS bagian B. Pada tahun 1941, beliau mendapatkan gelar Sarjana Hukum. Kegiatan beliau antara lain, beliau pernah bekerja sebagai guru di sebuah perguruan swasta nasional di Jakarta. Dalam bidang politik, beliau memulai kariernya dengan ikut bergabung di Partindo, sebagai Pengurus Besar. Setelah memperoleh gelar Sarjana Hukum, beliau memulai kegiatannya di bidang hukum. Setelah Indonesia merdeka, beliau pernah menjabat sebagai Sekretaris Jendral departemen Kehakiman, Menteri Muda Kehakiman dalam kabinet kerja I dan Menteri Kehakiman dalam Kabinet Kerja II. Jabatan terakhir beliau yaitu sebagai Wakil Menteri Pertama Bidang dalam Negeri. Hasil hasil pemikiran beliau ialah Undang Undang Warga Negara Indonesia pada tahun 1947 dan tahun 1948, lalu Undang Undang Pemilihan Umum tahun 1953. Pada tahun 1962, beliau menghapuskan beberapa bagian undang undang hukum kolonial dan menyesuaikan hukum dengan kepribadian Indonesia. Beliau juga mengusulkan lambang keadilan yang berbentuk Dewi Justia diganti dengan pohon beringin di terima oleh Seminar Hukum Nasional pada tahun 1963 sebagai lambang kehakiman. Beliau juga mengganti istilah penjara menjadi Lembaga Permasyarakatan dan istilah orang hukuman menjadi narapidana. Karena jasa jasanya beliau mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Indonesia. Beliau wafat di Jakarta pada tanggal 13 November 1963, dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.245 Tahun 1963, tanggal 29 November 1963, beliau mendapat gelar sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

Dokter Muwardi.


Dokter Muwardi.
Dokter Muwardi dilahirkan di Pati, Jawa Tengah pada tahun 1907. Beliau menamatkan pendidikan di STOVIA dan mengambil spesialis dalam teliga,hidung,tenggorokan.
Selain belajar di STOVIA, beliau juga ikut bergabung di Jong Java. Beliau juga menjadi anggota Indonesia Muda dan pernah menjadi pimpinan umum Pandu Kebangsaan yang diganti nama menjadi Kepanduan Bangsa Indonesia atau yang disingkat KBI. Pada zaman penjajahan Jepang, beliau menjadi pemimpin Barisan Pelopor daerah Jakarta. Dan beberapa hari sebelum kemerdekaan Indonesia diprloklamasikan, beliau menjadi pemimpin Barisan Pelopor seluruh Jawa. Sesudah proklamasi diumumkan, beliau membentuk Barisan Pelopor Istimewa sebagai pengawal pribadi Presiden Soekarno. Pada tahun 1964 pusat Barisan Pelopor pindah ke Solo dan berganti nama menjadi Barisan Benteng. Ketika beliau masih di Jakarta, beliau ikut dalam pertempuran melawan Inggris di Klender.
Beliau tetap menjalankan tugasnya sebagai dokter walaupun beliau aktif di berbagai organisasi. Lalu bersama dokter dokter lainnya beliau mendirikan sekolah kedokteran di Jebres Solo kemudian sekolah itu pindah ke Klaten. Untuk menghadapi pemberontakan PKI, beliau mendirikan Gerakan Rakyat Revolusioner. Pada tanggal 13 september tahun 1948, beliau pergi ke rumah sakit Jebres untuk melakukan tugas operassi seorang pasien namun beliau diculik dan dibunuh oleh gerombolan PKI. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden R.I No.190 Tahun 1964, tanggal 4 Agustus 1964, beliau diberi gelar sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

Saturday, September 19, 2009

R.M Suryo


R.M Suryo.
R.M Suryo dilahirkan di Magetan, Jawa timur pada tanggal 9 Juli 1898. Beliau menamatkan pendidikan HIS dan menamatkan Osvia di Magelang. Setelah itu beliau melanjutkan mengikuti pendidikan polisi di Sukabumi pada tahun 1922. setelah itu beliau juga belajar di Bestuurs School Jakarta. Pada tahun 1918, beliau bekerja sebagai pamong praja di Ngawi. Selanjutnya pada tahun 1920, beliau menjabat sebagai Mantri Veldpolitie di Madiun. Setelah menjalani masa kerja sebagai asisten wedana di beberapa tempat dan sesudah belajar di Bestuurs school Jakarta, beliau diangkat menjadi wedana dan berpindah pindah tempat. Tahun 1938 beliau menjadi Bupati di Magetan. Dalam zaman pendudukan Jepang, beliau bertugas sebagai Syucokan atau Residen di Bojonegoro. Setelah Indonesia merdeka, beliau menjabat sebagai gubernur Jawa Timur. Pada tanggal 9 November 1945, Inggris mengeluarkan ultimatum agar semua orang Indonesia yang bersenjata menyerahkan senjatanya selambat lambatnya pukul 06.00 tanggal 10 November 1945. Apabila mereka tidak mau menyerahkannya, Surabaya akan digempur dari darat laut dan udara. Pemerintah Pusat di Jakarta menyerahkan kepadanya tindakan apa yang akan diambilnya. Keputusan yang akan diambil setelah berunding dengan TKR, pada tanggal 9 November 1945, beliau berpidato di depan corong RRI yang ditutup dengan kata kata Selamat Berjuang,Keesokan harinya yaitu pada tanggal 10 November 1945, meletuslah pertempuran yang sangat hebat dan menelan banyak korban jiwa. Pertempuran itu dikenal dengan nama pertempuran Surabaya. Dan tanggal 10 November ditetapkan sebagai hari pahlawan.
Pada tahun 1947, beliau menjadi anggota dewan pertimbangan agung. Beliau wafat dibunuh oleh gerombolan PKI pada saat melakukan perjalanan dinas di desa Bago Kedunggalar Ngawi. Jenazahnya ditemukan 4 hari kemudian. Beliau dimakamkan di Magetan.

Pangeran Antasari


Pangeran Antasari
Pangeran Antasari dilahirkan di Banjarmasin pada tahun 1809. walaupun beliau keturunan bangsawan, namun beliau dibesarkan di tengah tengah rakyat biasa. Beliau dekat dengan rakyatnya dan mengerti betul penderitaan masyarakatnya. Beliau bersekutu dengan kepala kepala daerah dari Hulu Sungai Barito, Martapura,Pleihari, Kahayan dan lain lain. Mereka semua bertekad untuk mengangkat senjata untuk mengusir Belanda dari kerajaan Banjar. Sesudah itu berkobarlah pertempuran dengan nama Perang Banjar yang berlangsung selama 14 tahun. Pertempuran pertama pada tanggal 18 April tahun 1859 menyerang tambang batu bara di Pengaron. Banyak rekan rekan seperjuangan dari Pangeran Antasari yang menyerah kepada Belanda, namun beliau tetap melanjutkan perjuangannya. Baginya pantang menyerah kepada Belanda. Beliau tetap melanjutkan perjuangan melawan Belanda. pada bulan Oktober tahun 1862, beliau sudah mengumpulkan kekuatan untuk melancarkan serangan besar besaran terhadap Belanda. Tetapi pada waktu itu terjangkit wabah cacar. Pangeran Antasari terkena wabah tersebut yang akhirnya merengut nyawanya. Beliau wafat di Bayan Begak, Kalimantan Selatan pada tanggal 11 Oktober 1862. beliau dimakamkan di Banjarmasin. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden R.I No 06/TK/Tahun 1968, tanggal 27 Maret 1968, beliau ditetapkan sebagai Pahlawan Perjuangan Kemerdekaan.

Sultan Hasanuddin


Sultan Hasanuddin
Sultan Hasanuddin dilahirkan di Ujung Pandang pada tahun 1631. Pada tahun 1653, beliau dinobatkan menjadi Raja Gowa ke 16. Beliau sering diutus oleh ayahnya ke beberapa kerajaan di Indonesia. Antara lain di kerajaan Banten dan Mataram untuk mengadakan perjanjian kerja sama perdagangan dan pertahanan. Beliau berusaha menggabungkan beberapa kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk bersama sama menghadapi Belanda. Pada tahun 1660 meletuslah perang antara Gowa dan Belanda yang diakhiri dengan perdamaian. Perdamaian itu banyak yang merugikan Gowa. Tahun 1666 Hasanuddin kembali berperang dengan Belanda. Belanda dibantu oleh beberapa kerajaan yang sudah mereka pengaruhi serta mengerahkan angkatan perang yang besar. Pada tanggal 18 November 1667 diadakan Perjanjian Bongaya yang diakhiri dengan perdamaian. Hasanuddin tertekan oleh isi perjanjian tersebut. Pada bulan April 1668, Hasanuddin kembali melancarkan serangan terhadap belanda. Tetapi akhirnya beliau terpaksa mengakui keunggulan Belanda. Pada tanggal 24 Juni 1668 pertahana terkuat dan terakhir kerajaan Gowa, yaitu Benteng Sombaopu dikuasai oleh Belanda. Pada tanggal 29 Juni 1668, Hasanuddin mengundurkan diri dari tahta kerajaan dan tidak mau bekerja smaa dengan Belanda. Beliau wafat di Ujung Pandang pada tanggal 12 Juni 1670.


Thursday, September 17, 2009

Abdul Harris Nasution


Abdul Harris Nasution

Abdul Harris Nasution dilahirkan di Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 3 Desember 1918 . Beliau adalah seorang tokoh yang menjadi target utama dalam peristiwa pemberontakan gerakan 30 September pada tahun 1965, namun yang menjadi korbannya adalah putrinya yaitu Ade Irma Suryani Nasution dan ajudannya Kapten Pierre Tendean. Sebagai seorang tokoh militer, Nasution sangat dikenal sebagai ahli perang gerilya. Gagasan perang gerilya dituangkan dalam bukunya yang fenomenal, Strategy of Guerrilla Warfare. Selain diterjemahkan ke berbagai bahasa asing, karya itu menjadi buku wajib akademi militer di sejumlah negara, termasuk sekolah elite militer dunia, West Point, Amerika Serikat.Tahun 1940, ketika Belanda membuka sekolah perwira cadangan bagi pemuda Indonesia, beliau ikut mendaftar dan kemudian menjadi pembantu letnan di Surabaya. Pada 1942, beliau mengalami pertempuran pertamanya saat melawan Jepang di Surabaya. Setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, Nasution bersama para pemuda eks-PETA mendirikan Badan Keamanan Rakyat. Pada Maret 1946, ia diangkat menjadi Panglima Divisi III/Priangan. Mei 1946, beliau dilantik Presiden Soekarno sebagai Panglima Divisi Siliwangi. Pada Februari 1948, beliau menjadi Wakil Panglima Besar TNI (orang kedua setelah Jendral Soedirman). Sebulan kemudian jabatan "Wapangsar" dihapus dan ia ditunjuk menjadi Kepala Staf Operasi Markas Besar Angkatan Perang RI. Di penghujung tahun 1949, ia diangkat menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat. Pada 5 Oktober 1997, bertepatan dengan hari ABRI, Nasution dianugerahi pangkat Jendral Besar bintang lima. Nasution tutup usia di RS Gatot Soebroto pada 6 September 2000 dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

BIODATA
Nama : Abdul Harris Nasution
Pangkat Terakhir : Jenderal Bintang Lima
Lahir : Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 3 Desember 1918
Wafat : Jakarta, 6 September 2000
Agama : Islam
Istri : Ny. Johanna Sunarti
Pendidikan :
HIS, Yogyakarta (1932)
HIK, Yogyakarta (1935)
AMS Bagian B, Jakarta (1938)
Akademi Militer, Bandung (1942)
Doktor HC dari Universitas Islam Sumatera Utara, Medan (Ilmu Ketatanegaraan, 1962)
Universitas Padjadjaran, Bandung (Ilmu Politik, 1962)
Universitas Andalas, Padang (Ilmu Negara, 1962)
Universitas Mindanao, Filipina (1971)
Karir :
Guru di Bengkulu (1938)
Guru di Palembang (1939-1940)
Pegawai Kotapraja Bandung (1943)
Dan Divisi III TKR/TRI, Bandung (1945-1946)
Dan Divisi I Siliwangi, Bandung (1946-1948)
Wakil Panglima Besar/Kepala Staf Operasi MBAP, Yogyakarta (1948)
Panglima Komando Jawa (1948-1949)
KSAD (1949-1952)
KSAD (1955-1962)
Ketua Gabungan Kepala Staf (1955-1959)
Menteri Keamanan Nasional/Menko Polkam (1959-1966)
Wakil Panglima Besar Komando Tertinggi (1962-1963)
Wakil Panglima Besar Komando Tertinggi (1965)
Ketua MPRS (1966-1972)
Alamat Rumah : Jalan Teuku Umar 40, Jakarta Pusat Telp : 021-349080

Prof. Dr.R.Supomo SH


Prof.Dr.R.Supomo.SH

Prof. Dr.R.Supomo SH dilahirkan di sukoharjo, Surakarta pada tanggal 22 Januari 1903. Beliau menamatkan pendidikan di MULO , setelah itu melanjutkan pendidikan di Sekolah Hukum dan lulus tahun 1923. Setelah itu, beliau memperdalam pengetahuan mengenai Ilmu Hukum di Universitas Leiden di Negeri Belanda. Beliau pernah bekerja di Pengadilan Negeri Surakarta dan Pengadilan Negeri Yogyakarta.
Beliau aktif di organisasi Jong Java. Pada tahun 1928 bersama dengan Ali Sastroamijoyo, beliau menulis brosur tentang Perempuan Indonesia dalam Hukum, sebagai sumbangan pikiran terhadap di selengarakannya Kongres perempuan Indonesia. Pada tahun 1933, belaiu menyelidiki masalah hukum adat Jawa Barat dan sebagai hasilnya terbitnya monografi mengenai hukum adat privat Jawa Barat. Beliau pernah menjabat sebagai Ketua Balai Pengetahuan Masyarakat, terus Ketua Landraad Purwerejo dan sebagai pegawai tinggi pada Departemen Van Justitie dan menjadi Guru Besar pada Sekolah Hakim Tinggi.
Pada zaman pendudukan Jepang, beliau memegang jabatan sebagai anggota panitia Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan kemudian menjadi anggota Panitia Persiapan kemerdekaan Indoneisa. Setelah merdeka, beliau menjabat sebagai Menteri Kehakiman dalam Kabinet Presidensiil. Jabatan lain yang tak kalah pentingnya adalah pernah menjadi Guru Besar di Universitas Gajah Mada dan pernah menjadi rektor di Universitas Indonesia dan pernah menjabat sebagai Duta Besar RI di London. Beliau wafat di Jakarta pada tanggal 12 September pada tahun 1958. Beliau dimakamkan di Solo.

Monday, September 7, 2009

Laksamana Muda Anumerta Yosaphat Sudarso.


Laksamana Muda Anumerta Yosaphat Sudarso.

Beliau dilahirkan di Salatiga, Jawa Tengah pada tanggal 24 November 1925. Ketika menamatkan pendidikannya di Sekolah Guru di Muntilan, Pasukan Jepang mendarat sehingga beliau tidak sempat menyelesaikan pendidikannya. Setelah itu mengikuti Sekolah Tinggi Pelayaran Semarang. Selanjutnya mengikuti pendidikan opsir Giyu Usamu Butai. Beliau pernah menjadi anggota BKR yang kemudian menjadi ALRI. Beliau juga pernah turut dalam Operasi Lintas Laut di Kepulauan Maluku. Setelah pengakuan kedaulatan, beliau pernah diangkat menjadi komandan kapal perang RI Gajah Mada, RI Rajawali, RI Alu dan RI Pattimura. Tahun 1959 ketika terjadi pergolakan dalam tubuh ALRI, beliau turut menuntut supaya Kepala Staf ALRI diganti. Dan ternyata usaha mereka berhasil. Pemerintah mengangkat Kolonel R. E Martadinata. Dan Yos Sudarso pun diangkat menjadi Deputy Operasi. Pada bulan Desember tahun 1961, Pemerintah RI mengumumkan Trikora atau Tri Komando Rakyat dalam usaha membebaskan Irian Barat (Irian Jaya) dari penjajahan Belanda. Tanggal 13 January 1962 tengah malam, beliau berada di atas Kapal Macan Tutul. Bersama dua kapal lainnya beliau mengadakan patroli di Laut Aru. Patroli ini diketahui oleh Belanda yang segera mengerahkan destroyer. Karena lawan terlalu kuat, RI Macan Tutul dijadikan umpan untuk dihantam,musuh agar dua kapal lainnya selamat. Laksamana Yos Sudarso berada di atas kapal tersebut gugur dan ikut tenggelam.


Sunday, September 6, 2009

Nyai H. Siti Walidah Ahmad Dahlan


Nyai H. Siti Walidah Ahmad Dahlan
Beliau dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1872. Beliau tidak pernah mengikuti pendidikan di sekolah umum, beliau mendapatkan pendidikan agama sejak kecil setelah menikah dengan K.H. Ahmad Dahlan, beliau belajar pada suaminya. Beliau aktif dalam kegiatan Muhammadiyah. Beliau juga melakukan dakwah ke daerah daerah. Pada tahun 1918, Muhammadiyah mendirikan bagian wanita yang disebut Aisyiah. Beliau ditunjuk sebagai pemimpinnya lalu dijadikan penasehat dan pelindungnya. Beliau menjadi terkenal karena kepintarannya dalam ilmu agama tersebut. Pada awal revolusi, beliau giat membantu perjuangan walaupun usianya sudah uzur. Kamu wanita dianjurkan untuk mendirikan dapur umum untuk membantu tentara yang sedang berperang di garis depan. Pemuda pemuda diajarkan supaya tetap tabah dalam menghadapi situasi seperti ini. Beliau wafat di Yogyakarta pada tanggal 31 Mei 1946. Atas dasar Surat Keputusan Presiden RI no. 042/TK.Tahun 1971, tanggal 22 September 1971, beliau ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional

Friday, September 4, 2009

DI Panjaitan


DI Panjaitan.
DI Panjaitan bernama lengkap Donald Isaac Panjaitan. Beliau lahir di Balige, Tapanuli, 9 Juni 1925. Beliau menamatkan Sekolah Dasar, kemudian masuk Sekolah Menengah Pertama, dan terakhir di Sekolah Menengah Atas. Ketika ia tamat Sekolah Menengah Atas, Indonesia sedang dalam pendudukan Jepang. Sehingga ketika masuk menjadi anggota militer ia harus mengikuti latihan Gyugun. Selesai latihan, ia ditugaskan sebagai anggota Gyugun di Pekanbaru, Riau hingga Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.
Di TKR, beliau mengawali kariernya sebagai komandan batalyon, selanjutnya ia sering berpidah tugas. Setelah Indonesia memperoleh pengakuan kedaulatan, ia diangkat menjadi Kepala Staf Operasi Tentara & Teritorial (T&T) I/Bukit Barisan di Medan. Ia juga pernah bertugas sebagai Atase Militer di Bonn, Jerman.
Seiring dengan berakhirnya Agresi Militer Belanda ke II, Indonesia pun memperoleh pengakuan kedaulatan. Panjaitan sendiri kemudian diangkat menjadi Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di Medan. Selanjutnya dipindahkan lagi ke Palembang menjadi Kepala Staf T & T II/Sriwijaya.
Setelah mengikuti kursus Militer Atase (Milat) tahun 1956, ia ditugaskan sebagai Atase Militer RI di Bonn, Jerman Barat. Ketika masa tugasnya telah berakhir sebagai Atase Militer, ia pun pulang ke Indonesia. Tahun 1962, perwira yang pernah menimba ilmu pada Associated Command and General Staff College, Amerika Serikat ini, ditunjuk menjadi Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad). Jabatan inilah terakhir yang diembannya saat peristiwa G 30/S PKI terjadi.
Ketika menjabat Asisten IV Men/Pangad, ia mencatat prestasi tersendiri atas keberhasilannya membongkar rahasia pengiriman senjata dari Republik Rakyat Cina (RRC) untuk PKI. Dari situ diketahui bahwa senjata-senjata tersebut dimasukkan ke dalam peti-peti bahan bangunan yang akan dipakai dalam pembangunan gedung Conefo (Conference of the New Emerging Forces). Senjata-senjata itu diperlukan PKI yang sedang giatnya mengadakan persiapan melancarkan pemberontakan. Karenanya, dia juga salah satu perwira di jajaran TNI AD yang tidak menyukai PKI sekaligus yang menolak pembentukan Angkatan Kelima yang terdiri atas buruh dan tani sesuai rencana PKI. Dan karena itulah dirinya dimusuhi dan dibunuh oleh PKI.
Pada malam 30 September atau pagi dinihari tanggal 1 Oktober 1965 beliau diculik oleh sekelompok berpakaian Pengawal Presiden yang kemudian diketahui adalah pasukan PKI. Namun karena loyalitasnya pada pimpinan tertinggi militer, Presiden Soekarno, ia pun berangkat namun terlebih dahulu berpakaian resmi. Sebelum memasuki mobilnya, dengan berdiri di samping mobil ia lebih dulu memohon doa kepada Tuhan. Namun belum selesai menutup doanya, pasukan PKI sudah memberondongnya dengan peluru. Beliau gugur sebagai Pahlawan Revolusi, kemudian dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, pangkatnya yang sebelumnya masih Brigadir Jenderal kemudian dinaikkan satu tingkat menjadi Mayor Jenderal.

Nama:Mayor Jenderal Anumerta Donald Isac Panjaitan
Lahir:Balige, Tapanuli, 9 Juni 1925

Meninggal:Jakarta, 1 Oktober 1965

Dimakamkan:Taman Makam Pahlawan Kalibata

Agama:Kristen

Pendidikan Formal:

- Sekolah Dasar

- Sekolah Menengah Pertama

- Sekolah Menengah Atas
Pendidkan Militer:Latihan Gyugun
Pendidikan Lain:

- Kursus Militer Atase (Milat), tahun 1956

- Associated Command and General Staff College, di Amerika Serikat

Karier Militer:

- Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad), tahun 1962

- Atase Militer RI di Bonn, Jerman Barat

- Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) II/Sriwijaya di Palembang

- Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di Medan

- Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).

- Kepala Staf Umum IV (Supplay) Komandemen Tentara Sumatera

- Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi, tahun 1948

- Komandan Batalyon Tentara Keamanan Rakyat (TKR)

- Anggota Gyugun Pekanbaru, Riau

Prestasi:

- Salah seorang pembentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR)

- Membongkar rahasia pengiriman senjata dari Republik Rakyat Cina (RRC) untuk PKI

Tanda Kehormatan:Pahlawan Revolusi

Thursday, September 3, 2009

Siti Hartinah Soeharto


SITI HARTINAH SOEHARTO

Siti Hartinah (Ibu Tien Soharto) lahir di Desa Jaten pada tanggal 23 Agustus 1923 dari pasangan RM Soemoharjomo dan R. Aj. Hatmanti. Ia merupakan anak kedua dari 10 bersaudara. Kakaknya adalah R. Aj. Siti Hartini, sedangkan adiknya adalah RM Ibnu Hartomo, RM Ibnu Harjatno, R. Aj. Siti Hartanti, RM Ibnu Harjoto, RM Ibnu Widojo, R. Aj. Siti Hardjanti, RM Bernadi Ibnu Hardjojo, dan RM Sabarno Ibnu Harjanto.Masa kecilnya diwarnai dengan berpindah-pindah tempat tinggal mengikuti orang tuanya yang ditugaskan ke berbagai daerah.
Perpindahan pertama yang dialami Siti Hartinah terjadi ketika masih berusia 3 tahun yaitu pada tahun 1925. Ayahnya, RM. Ng. Soemoharjomo menempati jabatan baru sebagai Panewu Pangreh Praja (setingkat Camat) ditugaskan ke Jumapolo, sebuah kota Kecamatan di Karanganyar sekitar 26 Km dari Kota Solo.
Pada usia lima tahun, Siti Hartinah kembali harus berpindah tempat tinggal mengikuti orangtuanya. Kali ini pindah ke Matesih, Kabupaten Karanganyar di kaki Gunung Lawu. Di Matesih terdapat satu sekolah dasar yang disebut sekolah Ongko Loro. Sekolah ini hanya menyelenggarakan pendidikan formal selama dua tahun. Siti Hartinah masuk ke sekolah ini. Suatu ketika seorang sahabat ayahnya, Abdul Rachman, datang dari Solo. Abdul Rachman bermaksud mengangkat salah seorang anak Panewu Soemoharjomo. Pilihannya jatuh pada Siti Hartinah. Meskipun berat hati, akhirnya permohonan Abdul Rachman dikabulkan. Siti Hartinah pun ikut keluarga baru di Solo. Di sana ia sekolah di salah satu sekolah elit, HIS (Holland Indlanche School). Untuk pertama kalinya, ia berhubungan dengan sistem pendidikan Belanda.Sayangnya, baru setahun bersama dengan keluarga Abdul Rachman,Siti Hartinah terpaksa harus kembali ke keluarganya dan meninggalkan HIS karena terserang penyakit cacar. Ia pun kembali ke desa. Ia tidak kembali ke Matesih, melainkan ke Kerjo, karena orangtuanya sudah kembali dipindahkan. Di tempat baru, setelah sembuh, ia kembali masuk sekolah. Tentu saja tidak di HIS, melainkan di sekolah Ongko Loro yang ada di desa itu.Pada tahun 1933, Wedana Soemoharjomo memboyong keluarganya ke Wonogiri, termasuk Siti Hartinah. Di Wonogiri, ia kembali masuk HIS, duduk di bangku kelas III. Masa Remaja
Siti Hartinah menghabiskan masa remajanya di kota Wonogiri. beliau menyelesaikan sekolahnya di HIS. Selama bersekolah ia selalu memakai kebaya, bukan memakai rok. Hanya pada kegiatan kepanduan JPO (Javaanche Padvinder Organisatie) ia diizinkan orangtuanya memakai rok, pakaian seragam JPO. Karena rajin mengikuti latihan-latihan di JPO, akhirnya dalam dirinya tumbuh tunas-tunas idealisme yang terus berkembang.
Namun, beliau tidak dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Ayahnya menjadi Wedana Wonogiri hanya dalam waktu lima tahun. Kemudian ia dipindahkan menjadi Wedana di Wuryantoro. Dua tahun kemudian ia pun dipensiunkan.Keinginannya untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dan cita-cita menjadi seorang dokter memang tidak tercapai. Tetapi, dengan mengalihkan kegiatan-kegiatan lainnya seperti membatik, belajar menari dan menyanyi tembang Jawa, menulis syair, ternyata memenuhi dorongan dan tuntutan jiwa remajanya.

Masa Pendudukan Jepang Sebelum Jepang memasuki kota Solo pada tahun 1942, Siti Hartinah kembali memasuki gerakan kepanduan di Pandu rakyat Indonesia. Setelah Jepang memasuki kota Solo, terjadi perkembangan yang sangat cepat di segala bidang kemasyarakatan dan pemerintahan. Tentara pendudukan Jepang mengadakan pendidikan dan kursus-kursus, termasuk kursus bahasa Jepang. Selain dibentuk pula organisasi-organisasi kemasyarakatan, termasuk organisasi wanita Fujinkai. Siti Hartinah setelah mendapat izin orangtuanya segera mendaftar di organisasi tersebut. Dalam organisasi itu dilatih baris-berbaris, latihan kepemimpinan, bagaimana melakukan wawancara dengan tokoh-tokoh pergerakan, dan lain-lain. Dari sini, benih-benih semangat nasionalisme muncul di kalangan remaja putri Solo yang terkenal lemah lembut. Mereka sesungguhnya memiliki semangat tinggi untuk turut aktif dalam gerakan mewujudkan kemerdekaan.
Siti Hartinah juga mengikuti kursus bahasa Jepang pada orang Jepang yang sudah lama menetap di Solo sebagai pengusaha pada zaman kolonial Belanda, bukan pada tentara pendudukan Jepang. Dalam waktu singkat ia sudah mahir berbahasa Jepang.
Laskar Putri Indonesia Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan, rakyat Solo segera melakukan mobilisasi untuk mendukung kemerdekaan. Putri-putri Solo yang gemulai itu pada tanggal 11 Oktober 1945 membentuk organisasi bersenjata yang mereka namakan Laskar Puteri Indonesia.
Dalam waktu singkat, jumlah anggota Laskar Puteri Indonesia meningkat cepat. Mereka dilatih oleh perwira dari Batalyon yang dipimpin Mayor Soeharto. Persenjataan pun diperoleh dari batalyon yang sama. Dengan memiliki 120 pucuk senjata, laskar itu pun telah menjelma menjadi pasukan tempur wanita.

LPI bertujuan untuk membentuk pasukan bantuan untuk melayani kepentingan pasukan garis depan dan garis belakang demi suksesnya perjuangan. Komandan LPI diserahkan kepada nona Soedijem, sedangkan wakilnya adalah nona Sajem. Siti Hartina duduk di staf yang mengendalikan urusan perlengkapan atau logistik. LPI menyelenggarakan dapur-dapur umum di medan pertempuran dan membatu markas-markas pertempuran, membantu tugas-tugas kesehatan PMI, mencari peralatan, makanan untuk Kesatuan yang membutuhkan, menyelenggarakan latihan-latihan kemiliteran dan lain-lain.
Meskipun LPI memiliki andil besar dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan, namun keberadaannya tidak dapat bertahan lama. Organisasi itu terbentur pada peraturan pemerintah yang mengambil kebijakan rasionalisasi kelaskaran bersenjata. Atas dasar kebijakan tersebut, maka di penghujung tahun 1946, LPI dibubarkan.Siti Hartinah yang masing memiliki semangat perjuangan yang kuat bergabung dengan Laskar Rakyat Indonesia dan duduk di seksi keuangan. Siti Hartinah bertugas mengelola administrasi keuangan, baik yang masuk maupun yang keluar.Di samping mengerjakan pekerjaan tersebut, perhatian Siti Hartinah terhadap keluarga korban perang sangat luar biasa. Ia akan mendatangi keluarga yang ditinggal oleh suami atau ayah mereka yang gugur di medan pertempuran.

Bertemu Kekasih Usia Siti Hartinah terus bertambah, namun ia tidak juga menunjukkan tanda-tanda tertarik pada lawan jenis. Orang tua dan semua keluarganya khawatir dara berlesung pipit ini tidak kunjung mendapat jodoh. Padahal, Siti Hartinah sendiri sering berdoa agar dirinya diberi jodoh yang benar-benar cocok dan tidak hanya sekadar sebagai suami tetapi juga sebagai kawan seperjuangan sepanjang jalan kehidupan nantinya. Hingga pada suatu hari datanglah utusan keluarga Prawirowihardjo yang merupakan orang tua angkat Soeharto bermaksud melamar Siti Hartinah. Sebelum lamaran dilakukan, ada kegamangan di hati pemuda Soeharto kalau lamaran itu bakal ditolak. Alasannya, dia berasal dari kalangan biasa, sedangkan Siti Hartinah merupakan keluarga bangsawan.Barangkali inilah yang namanya jodoh. Ketika yang melamar adalah seorang perwira muda bernama Soeharto, dia sama sekali tidak menunjukkan keberatannya.Perkawinan kedua insan yang tidak melakukan masa pacaran sebelumnya terjadi pada tanggal 26 Desember 1947. Upacara pernikahan dilangsungkan secara amat sederhana. Dalam kondisi yang darurat seperti itu, sangat wajar jika tidak ada dokumentasi dalam bentuk foto perkawinan dua insan itu. Pada waktu menikah, usia Soeharto adalah 26 tahun sedangkan Siti Hartinah 24 tahun.

Sebagai Istri Prajurit tiga hari setelah perkawinan, Siti Hartinah diboyong suaminya ke Yogyakarta. Di kota ini Soeharto yang seorang perwira militer bertugas mempertahankan kedaulatan bangsa dari ancaman Belanda. Kini Siti Hartinah telah mendapat tugas baru yaitu sebagai istri komandan resimen.Di Yogyakarta, Letnan Kolonel Soeharto telah menyiapkan sebuah rumah beserta isinya yang sederhana untuk tempat tinggal mereka. Rumah itu terletak di Jalan Merbabu No. 2. Setelah tiga bulan berpisah, barulah Siti Hartinah kembali berkumpul dengan suaminya. Kepergian itu bukan sekali itu saja terjadi. Setelah tinggal selama 9 bulan, Ny. Soeharto mulai memperlihatkan tanda-tanda kehamilan. Itu berarti beberapa bulan lagi ia akan memiliki anak. Sayangnya, pada saat itu suaminya justru harus sering meninggalkannya. Aksi militer Belanda yang semakin hebat membuat tugas suaminya menjadi lebih berat. Dalam kondisi demikian, Soeharto lebih memilih mendahulukan tugasnya sebagai anggota militer yang harus maju ke medan pertempuran dan meninggalkan istrinya di rumah. Namun keberadaan kakaknya, Ny Oudang (Siti Hartini), adiknya Hardjanti, Ibu Dwijo dan keluarga Amir Moertono di rumah sungguh sangat membantu. Ia tidak kesepian dan jika ada kesulitan tidak jauh dari orang-orang yang bisa dimintai bantuan.
Pada tanggal 23 Januari 1949 di rumah pengungsiannya, Ny Soeharto mengalami kejadian baru yang belum pernah dialaminya. Ia melahirkan anak pertamanya. Ia melahirkan dibantu seorang bidan yang bersedia datang dan menginap di rumah itu. Sementara suaminya sedang berada di medan tempur yang tidak diketahui keberadaannya.Berita kelahiran bayi mungil itu akhirnya sampai ke telinga Soeharto. Ia tentu sangat gembira mendengar berita itu. Sang bayi itu kemudian diberi nama Siti Hardijanti Hastuti (Tutut).
Setelah berlangsungnya serangan dan Belanda akan menarik mundur pasukan dari Yogyakarta, Soeharto secara diam-diam mendatangi Sri Sultan di keraton. Setelah bertemu, malamnya ia menginap di dapur keraton. Pada saat itu, Soeharto mengirimkan utusan agar istrinya datang ke keraton. Dengan diantar Letnan Amir Moertono, Ny.Soeharto dengan membawa bayi kecil. Mereka pun kemudian bertemu. Itu adalah pertemuan pertama setelah berpisah selama 4 bulan. Soeharto tidak habis-habis mencium bayinya.
Setelah keadaan benar-benar aman dan pemerintah RI kembali ke Yogya, keluarga Soeharto pun kembali berkumpul. Posisi Soeharto pun sudah berubah. Ia kini menjadi Komandan Brigade III Divisi Diponegoro. Hengkangnya Belanda dari bumi pertiwi tidak berarti masalah selesai. Pemberontakan dari dalam pun mulai bermunculan. Salah satunya adalah pemberontakan Andi Aziz di Makassar. Letkol Soeharto ditugaskan sebagai komandan pasukan Garuda Mataram untuk menumpas pemberontakan. Tanggal 21 April 1950 Brigade Garuda Mataram meninggalkan Semarang. Siti Hartinah kembali harus berpisah dengan suaminya. Setelah suaminya pergi menunaikan tugas, Ny.Soeharto tidak tinggal diam. Dia mengunjungi istri-istri prajurit anak buah suaminya. Sulitnya komunikasi membuat perasaan khawatir itu semakin menjadi karena tidak tahu bagaimana keadaan yang sebenarnya terjadi di Makassar.Setelah beberapa bulan berpisah, Siti Hartinah memutuskan untuk mengunjungi suaminya di Makassar. Sebelum berangkat, sekali lagi, Ny. Soeharto mengunjungi istri prajurit dan bertanya apakah ada yang ingin menitipkan surat untuk suaminya. Ternyata sangat banyak surat titipan. Ia dengan senang hati membawa surat-surat tersebut. Surat itu tentunya akan menambah semangat suami mereka yang ada di garis depan. Siti Hartinah hanya satu minggu berada di Makassar. Dalam keberangkatannya itu ia membawa anak sulungnya Tutut yang baru berusia 14 bulan. Selama perjalanan Tutut tidak rewel sama sekali. September 1950 seluruh prajurit Brigade Mataram kembali ke Yogyakarta, kecuali 17 orang prajurit yang gugur. Pasukan KNIL/KL telah menyerah dan meninggalkan Makassar.Pada tanggal 1 Mei 1951, keluarga Soeharto bertambah semarak setelah kehadiran anak kedua yang diberi nama Sigit Haryoyudanto.
Beberapa bulan setelah Sigit lahir, Soeharto diberi tugas untuk memimpin Brigade Pragola I di Salatiga. Mereka sekeluarga pun akhirnya meninggalkan Yogya menuju Salatiga. Pada tanggal 1 Maret 1953, keluarga itu harus pindah rumah lagi. Kali ini menuju kota Solo. Di kota ini Letnan Kolonel Soeharto menjabat sebagai Komandan Resimen 15 (eks Brigade Panembahan Senopati). Di kota inilah lahir putra ketiga mereka yang diberi nama Bambang Tri Hatmojo pada tanggal 23 Juli 1953. Anak keempat, Siti Hediati Haryadi (Titik) lahir pada tanggal 14 April 1959 di Semarang. Pada saat itu Soeharto menjabat sebagai Panglima TT-IV/Diponegoro.

Kelahiran anak kelima yang diberi nama Hutomo Mandala Putra (Tomy) pada tanggal 12 Agustus 1962 cukup istimewa. Pada saat itu Ny. Soeharto tidak dapat ditunggui suaminya yang tengah mengemban tugas besar untuk membebaskan Irian Barat dengan nama Operasi Jayawijaya. Soeharto diberi kepercayaan sebagai Komando Mandala. Putri bungsu, Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamik) lahir melalui operasi di Jakarta pada tanggal 23 Agustus 1964. Pada saat itu Soeharto menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Ny. Soeharto mengakui, hidup dengan mengandalkan gaji suaminya cukup berat. Meskipun demikian, ia tidak mengeluh dan tidak meminta lebih secara materi. Apa yang diberikan suami, itulah yang digunakan untuk mengurus rumah tangga meskipun tidak cukup. Untuk mengatasinya, ia sering membuat kain batik. Kain itu dijual ke kerabatnya. Hasilnya digunakan untuk menutupi kekurangan penghasilan suami.

Kudeta PKI Pada waktu Mayor Jenderal Soeharto diangkat menjadi Panglima Kostrad, PKI sudah berada di atas angin. Dengan bersandar pada wibawa dan kharisma Bung Karno, PKI bertambah garang dalam menghadapi lawan-lawan politiknya. PKI sangat mendukung langkah Bung Karno untuk melakukan konfrontasi dengan Malaysia. Dukungan itu tidak sekadar ucapan, melainkan juga pengerahan massa dari unsur Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) dan Pemuda Rakyat. Mereka dilatih sebagai pasukan cadangan tempur di dekat lapangan udara Halim Perdanakusumah. Namun, latihan itu pada dasarnya adalah persiapan PKI untuk melancarkan Gerakan 30 September.Beberapa hari sebelum meletus Gerakan 30 September, pimpinan dan pengurus Persit Kartika Chandra diundang untuk mendengarkan penjelasan Menteri/Panglima AD Jend A Yani. Saat itu Ny.Soeharto adalah Ketua Persit. Jenderal Yani menjelaskan gawatnya situasi politik saat itu dan bagaimana peran TNI-AD.
Sepulang dari acara itu, Ny.Soeharto membuat sup kaldu tulang sapi kesukaan anak-anaknya. Pada waktu membawa sup ke meja makan, Tomy berlari-lari dan menabraknya. Ia pun tersiram kuah sup panas yang melepuhkan kulitnya. Tomy segera dibawa ke RS Gatot Subroto untuk dirawat. Pada tanggal 30 September, Mayjen Soeharto dan istrinya menjenguk Tomy di rumah sakit. Menjelang pukul 12 malam, Ny. Soeharto menyuruh suaminya pulang karena di rumahnya hanya tinggal putri bungsu mereka, Mamik yang baru berusia satu tahun. Soeharto pun pulang.
Pada tanggal 1 Oktober, pagi-pagi sekali, datang seorang tamu, Hamid nama tamu itu, memberitahukan kepada Mayjen Soeharto mengenai tembak-menembak di beberapa tempat. Hal itu membuatnya bertanya-tanya, apa yang telah terjadi? Broto Kusmardjo kemudian datang melaporkan bahwa beberapa Perwira Tinggi TNI-AD telah diculik. Tidak dijelaskan siapa pelakunya.Lonceng jam enam belum berbunyi ketika Letkol Soejiman diutus Mayjen Umar Wirahadikusumah yang menjabat Pangdam V Jaya melaporkan bahwa di sekitar Monas dan Istana Presiden terdapat konsentrasi pasukan yang tidak dikenal. Ia langsung berkata, “Segera kembali dan laporkan kepada Pak Umar saya akan cepat datang ke Kostrad dan untuk sementara mengambil pimpinan Komando Angkatan Darat.”Pada pukul 7.00 WIB lebih sedikit, siaran warta berita RRI memberitakan telah terjadi gerakan militer di tubuh Angkatan Darat. Gerakan yang menamai Gerakan 30 September itu dikepalai Letkol Untung. Untung adalah bekas anak buah Soeharto ketika dia menjadi Komandan Resimen 15 di Solo. Untung adalah Komandan Kompi Batalyon 444 dan pernah mendapat didikan politik dari tokoh PKI Alimin. Mendengar berita itu, Soeharto segera mengambil kesimpulan bahwa gerakan yang dipimpin Untung itu adalah kup yang ingin menguasai negara secara paksa. Ia memutuskan untuk melawan gerakan tersebut. Tahap pertama adalah mengamankan pasukan yang berjaga-jaga di Monas. Tahap berikutnya adalah memerintahkan Komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie Wibowo untuk merebut kembali RRI dan pusat telekomunikasi yang telah dikuasai para pemberontak. Tugas selanjutnya adalah menyerbu pusat gerakan kontrarevolusi di dekat Halim Perdanakusuma.
Pada saat Soeharto mengambil kebijakan strategis untuk menyelamatkan bangsa, Ny. Soeharto tengah menunggui putranya di RSPAD. Akhirnya, ia pun pulang membawa Tomy. Suaminya masih ada di Markas Kostrad dan meninggalkan pesan agar membawa anak-anaknya mengungsi ke tempat tinggal ajudan Pak Harto di Kebayoran Baru sambil terus mengikuti perkembangan melalui radio.

Sedikit demi sedikit situasi dapat diatasi. RRI dan pusat telekomunikasi dapat direbut kembali. Segera disiarkan pengumuman telah terjadi upaya penculikan terhadap para perwira tinggi Angkatan Darat pada tanggal 1 Oktober 1965. Mereka yang diculik adalah Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal Soeprapto, Mayor Jenderal S. Parman, Mayor Jenderal Haryono M.T., Brigadir Jenderal D.I. Panjaitan, Brigadir Jenderal Soetojo Siswomiharjo.Sejak 1 Oktober 1965 hingga 11 Maret 1966 dipenuhi dengan berbagai peristiwa yang luar biasa. Penculikan, penemuan korban yang sudah tewas, munculnya gelombang aksi demonstrasi yang menghendaki pembubaran PKI yang dikenal dengan nama Tritura, hingga pemberian Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).Pada tanggal 11 Maret diadakan rapat kabinet di Istana. Pada saat itu, Soeharto tidak dapat hadir karena sedang sakit flu, batuk-batuk, dan demam. Namun, rapat tidak dapat berlangsung dengan baik, karena Presiden Soekarno dengan tergesa-gesa meninggalkan rapat setelah mendapat laporan adanya pasukan tak dikenal di luar istana. Dengan kondisi yang demikian, Mayjen Basuki Rachmat, Brigjen M Yusuf, dan Brigjen Amirmachmud segera menemui Soeharto dan melaporkan apa yang terjadi di sidang kabinet.Ketiga jenderal itu kemudian berinisiatif menyusul Presiden Soekarno ke Istana Bogor dengan maksud agar Bung Karno menjadi tenteram dan tidak merasa dikucilkan TNI-AD. Sebelum pergi, Soeharto berkata, “Sampaikan salam dan hormat saya kepada Bung Karno. Laporkan, saya dalam keadaan sakit. Kalau diberi kepercayaan, keadaan sekarang ini akan saya atasi.”Tiga jenderal itu berhasil meyakinkan Bung Karno bahwa Pak Harto adalah orang yang tepat untuk mengatasi keadaan dan memulihkan keamanan. Ketiganya kembali ke Jakarta dengan membawa dokumen yang amat penting, Supersemar. Mereka langsung menuju rumah Panglima Kostrad meskipun hari telah larut malam. Setelah membaca surat perintah itu, Mayjen Soeharto langsung berganti pakaian loreng lengkap dan segera pergi ke Markas Kostrad. . Keesokan harinya pada pukul 6.00 WIB RRI menyiarkan berita pembubaran PKI. Pembubaran PKI ini disambut oleh seluruh rakyat Indonesia dengan hati lega. Seminggu kemudian 15 menteri Kabinet Dwikora yang diduga berhubungan dengan PKI dicopot. Era baru kehidupan berbangsa pun dimulai.
Pada tahun 1967, Sidang Istimewa MPRS secara aklamasi mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Ini berarti, Ny. Soeharto yang tadinya adalah istri prajurit kini menjadi istri presiden. Ny. Soeharto yang telah terbiasa dengan kehidupan di lingkungan angkatan bersenjata merasa istilah “pejabat” mengandung arti kesementaraan. Namanya “pejabat” artinya belum definitif. Jika MPRS menganggap tugasnya sudah rampung, maka MPRS sangat mungkin mengangkat orang lain menjadi presiden tanpa embel-embel “pejabat”.
Pada saat diangkat menjadi pejabat presiden, Jenderal Soeharto sempat menolak dengan alasan tidak yakin mampu mengemban tugas berat. Ia juga beralasan tidak mempersiapkan diri untuk memangku jabatan presiden. Setelah banyaknya desakan, ia akhirnya bersedia meski dengan syarat dicoba dulu untuk satu tahun.Pada bulan Maret 1968, MPRS menggelar Sidang Umum ke-V. Kembali pimpinan partai politik dan pejabat TNI Angkatan Darat mendesak agar Pak Harto menerima jabatan presiden dengan alasan tidak ada tokoh nasional yang lain Soeharto yang selama puluhan tahun berperang demi rakyat tergelitik hati nuraninya. Kalau menolak itu berarti takut. Sedangkan menolak untuk membela kepentingan rakyat? Mustahil dilakukannya. Akhirnya ia pun bersedia. Pada tanggal 27 Maret 1968 MPRS mengangkat Pejabat Presiden Soeharto menjadi Presiden RI ke-II. Ny. Siti Hartinah Soeharto yang tadinya tidak merasa menjadi istri presiden akhirnya benar-benar menjadi ibu negara.Pada masa awal kegiatannya sebagai ibu negara, aktivitas sosialnya menjadi fokus perhatiannya. Di luar Jakarta masih ada istana kepresidenan lainnya yaitu Istana Bogor, Istana Cipanas, Istana Yogyakarta (Gedung Agung), dan Istana Tampak Siring di Bali.Meskipun menata kembali istana kepresidenan, namun keluarga presiden lebih memilih tinggal di rumah sendiri (Jln. Cendana). Alasannya, tinggal di rumah sendiri lebih bebas, tidak jauh dari masyarakat, lebih sering bertemu masyarakat. Perubahan dalam protokol istana dapat terlihat setelah Ibu Tien memberi perhatian untuk membenahinya. Selanjutnya, interior istana dipercantik dengan pewarnaan yang menarik. Ruangan resepsi diberi karpet taiping. Warna merah untuk Istana Merdeka dan warna hijau untuk Istana Negara.Taman Mini Indonesia IndahKetika mengunjungi Disneyland di Amerika Serikat dan menyaksikan taman budaya Timland di Thailand, memberi inspirasi bagi Ibu Tien untuk membangun sebuah taman yang menyajikan keindahan budaya dan lingkungan alam Indonesia. Ibu Tien amat menyadari bahwa kekayaan alam dan budaya Indonesia tidak kalah dengan kekayaan alam dan budaya negara lain. Membangun sebuah miniatur Indonesia menurutnya adalah suatu keniscayaan.Pada bulan Maret 1971, dalam rapat pleno Yayasan Harapan Kita, gagasan ini diutarakan. Setelah memahami maksud dan tujuan dari gagasannya itu, tidak satu pun peserta pertemuan yang tidak setuju. Semuanya mendukung gagasan Ibu Tien. Meskipun demikian, dukungan dari masyarakat luas tidak didapat dengan mudah. Aksi-aksi protes menentang pelaksanaan proyek pembangunan taman mini terus terjadi. Lambat laun aksi demo semakin membesar. DPR yang terbentuk dari hasil Pemilu 1971 dan belum memiliki tata tertib maupun komisi-komisi, segera membentuk panitia khusus untuk secara lugas mendudukkan persoalan pada relnya, agar gagasan Ibu Tien itu lebih jelas, transparan, dan dipahami.Pada tanggal 27 Juni 1972 dimulailah pembangunan proyek MII di lokasi yang sekarang ini berada (Cibubur). Luas tanah untuk proyek ini adalah 100 ha. Pembangunan memakan waktu tiga tahun. Waktu ini adalah reltif cepat. Yang pertama dibangun adalah peta maharaksasa Indonesia (arcipel Indonesia) yang merupakan miniatur Indonesia dibangun di atas tanah seluas 8,5 ha. Arcipel itu menggambarkan kepulauan nusantara di atas hamparan lautan (danau-danau buatan) yang sekaligus berfungsi sebagai tempat rekreasi olah raga air. Di seputar arcipel itu berdiri rumah adat dari 26 propinsi.Selain itu ada juga bangunan joglo yang terdiri dari Pendopo Agung Sasono Utomo dan Sasono Langen Budoyo yang merupakan centrum seluruh rumah adat yang berdiri di atas garis lurus menghadap ke barat segaris dengan Tugu Api Pancasila dan gerbang TMII. Di sana juga ada Gedung Pusat Percontohan Niaga, Museum Indonesia, rumah-rumah ibadah agama-agama resmi di Indonesia, gedung pusat pengelolaan, taman buah, taman bunga, taman burung, air terjun buatan, fasilitas restoran dan warung-warung, tempat pameran, teater, dan sebagainya.Proyek Miniatur Indonesia Indah berakhir ketika hasilnya berupa sebuah Taman Mini Indonesia Indah diresmikan pada tanggal 20 April 1975 Presiden Soeharto dalam pidato peresmiannya mengatakan berdirinya taman itu berkat hasil gotong-royong seluruh rakyat Indonesia. Pada tahun 1984, di taman itu telah berdiri sebuah teater film termegah yang lain dari yang lain. Teater Film Keong Emas. Arsitekturnya menyerupai keong raksasa berwarna kuning keemasan. Interiornya nyaman dan membuat siapa saja merasa nikmat saat menonton film mengenai Indonesia yang Indah.Jumlah pengunjung TMII terus bertambah dari tahun ke tahun. Pada tahun 1988 jumlah pengunjung mencapai 37 juta orang. Enam tahun kemudian telah membengkak menjadi 74 juta orang. Jumlah pengunjung pelajar dan mahasiswa terus meningkat setiap tahunnya. Sedangkan fasilitas TMII pun terus mengalami penambahan dari tahun ke tahun seiring dengan perkembangan zaman. Ibu Tien telah mencurahkan eprhatiannya untuk bangsa ini. Ide idenya mencetuskan beberapa gagasan yang melahirkan beberapa proyek monumental, di antaranya Taman Mini Indonesia Indah. Beliau meninggal, Minggu 28 April 1996, menginggalkan karya gemilang bagi bangsanya. Setelah meninggal, ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
Nama:Siti Hartinah Soeharto

Nama Panggilan:Ibu Tien Soeharto

Lahir:Desa Jaten, Surakarta 23 Agustus 1923

Meninggal:Jakarta, Minggu 28 April 1996

Dimakamkan:Astana Giribangun,Surakarta

Suami:Soeharto (menikah 26 Desember 1947)

Anak:Siti Hardiyanti Hastuti (Mbak Tutut)Sigit HarjojudantoBambang TrihatmodjoSiti HediatiHutomo Mandala Putra (Tommy)Siti Hutami Endang Adiningsih

Ayah:RM Soemoharjomo

Ibu:R. Aj. Hatmanti

Pendidikan:Sekolah dasar yang disebut sekolah Ongko Loro fi Matesih dan HIS (Holland Indlanche School) di Solo dan Wonogiri

Followers

Sumber Pengunjung yg Telah Membaca Blog ini

Pengunjung Sedang On-line
Total Pengunjung
Bunga-Bangsa.Blogspot.Com