"Selamat Datang... Demi Perkembangan Blog Ini di Mohon Mengisi Form Komentar"

Sunday, August 30, 2009

Raden Ajeng Kartini


Raden Ajeng Kartini.
Raden Ajeng Kartini dilahirkan di Jepara, Jawa Tengah pada tanggal 21 April 1879. Di era Kartini, akhir abad 19 sampai awal abad 20, wanita-wanita negeri ini belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi seperti pria bahkan belum diijinkan menentukan jodoh/suami sendiri, dan lain sebagainya. Kartini hanya sempat memperoleh pendidikan sampai E.L.S. (Europese Lagere School) atau tingkat sekolah dasar. Setamat E.L.S, Kartini pun dipingit sebagaimana kebiasaan atau adat-istiadat yang berlaku di tempat kelahirannya dimana setelah seorang wanita menamatkan sekolah di tingkat sekolah dasar, gadis tersebut harus menjalani masa pingitan sampai tiba saatnya untuk menikah. Kartini yang merasa tidak bebas menentukan pilihan, akhirnya menumbuhkan keinginan dan tekad di hatinya untuk mengubah kebiasan kurang baik itu. Merasakan hambatan demikian, Kartini remaja yang banyak bergaul dengan orang-orang terpelajar serta gemar membaca buku khususnya buku-buku mengenai kemajuan wanita seperti karya-karya Multatuli "Max Havelaar" dan karya tokoh-tokoh pejuang wanita di Eropa, mulai menyadari betapa tertinggalnya wanita sebangsanya bila dibandingkan dengan wanita bangsa lain terutama wanita Eropa. Sejak saat itu, dia pun bertekad untuk memajukan wanita bangsanya, Indonesia. Dan langkah untuk memajukan itu menurutnya bisa dicapai melalui pendidikan. Untuk merealisasikan cita-citanya itu, dia mengawalinya dengan mendirikan sekolah untuk anak gadis di daerah kelahirannya, Jepara. Di sekolah tersebut diajarkan pelajaran menjahit, menyulam, memasak, dan sebagainya. Bahkan demi cita-cita mulianya itu, dia sendiri berencana mengikuti Sekolah Guru di Negeri Belanda dengan maksud agar dirinya bisa menjadi seorang pendidik yang lebih baik. Beasiswa dari Pemerintah Belanda pun telah berhasil diperolehnya, namun orangtuanya memaksanya menikah pada saat itu dengan Raden Adipati Joyodiningrat, seorang Bupati di Rembang. Setelah menikah, dia masih mendirikan sekolah di Rembang di samping sekolah di Jepara yang sudah didirikannya sebelum menikah. Apa yang dilakukannya dengan sekolah itu kemudian diikuti oleh wanita-wanita lainnya dengan mendirikan ‘Sekolah Kartini’ di tempat masing-masing seperti di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, dan Cirebon.
Sepanjang hidupnya, Kartini sangat senang berteman. Dia mempunyai banyak teman baik di dalam negeri maupun di Eropa khususnya dari negeri Belanda,. Kepada para sahabatnya, dia sering mencurahkan isi hatinya tentang keinginannya memajukan wanita negerinya. Setelah meninggalnya Kartini, surat-surat tersebut kemudian dikumpulkan dan diterbitkan menjadi sebuah buku yang dalam bahasa Belanda berjudul Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). itulah judul buku dari kumpulan surat-surat Raden Ajeng Kartini yang terkenal. Surat-surat yang dituliskan kepada sahabat-sahabatnya di negeri Belanda itu kemudian menjadi bukti betapa besarnya keinginan dari seorang Kartini untuk melepaskan kaumnya dari diskriminasi yang sudah membudaya pada zamannya.
Mengingat besarnya jasa Kartini pada bangsa ini maka atas nama negara, pemerintahan Presiden Soekarno, Presiden Pertama Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964 yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.
Nama:Raden Ajeng Kartini

Lahir:Jepara, Jawa Tengah, tanggal 21 April 1879

Meninggal:Tanggal 17 September 1904, (sewaktu melahirkan putra pertamanya)Pendidikan:E.L.S. (Europese Lagere School), setingkat sekolah dasar

Suami:Raden Adipati Joyodiningrat, Bupati Rembang

Prestasi:

- Mendirikan sekolah untuk wanita di Jepara

- Mendirikan sekolah untuk wanita di RembangKumpulan surat-surat:Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang).

Penghormatan:

- Gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional

- Hari Kelahirannya tanggal 21 April ditetapkan sebagai hari Kartini.



Saturday, August 29, 2009

Kapten Anumerta Pierre Andreas Tendean


Kapten Anumerta Pierre Andreas Tendean
Pierre Andreas tendean dilahirkan di Jakarta pada 21 Februari 1939. Beliau menamatkan pendidikan SMA bagian B di Semarang pada tahun 1958. setelah itu pada tahun 1962 menyelesaikan pendidikan Akademi Militer Jurusan Teknik. Setahun kemudian mengikuti pendidikan di sekolah intelijen. Waktu pendidikan Militer, beliau menjadi kopral taruna yang melakukan praktek lapangan di Sumatra dalam kesatuan Zeni Tempur Operasi Saptamarga di daerah Sumatra Timur yang sedang terjadi pemberontakan PRRI/Permesta. Setelah itu beliau menjabat sebagai Komandan Pleton Batalyon Zeni Tempur 2 Komando daerah Militer Ii Bukit Barisan di Medan. Pada bulan April 1965, beliau diangkat menjadi ajudan Menko Hankam/KSAD Jenderal Nasution pada era Soekarno. Pada peristiwa pemberontakan G30s/PKI, Abdul Harris Nasution lolos dari peristiwa penculikan tetapi anaknya, Ade Irma Suryani Nasution tewas tertembus peluru. Pierre Tendean sendiri ditangkap oleh segerombolan penculik dan dibunuh di Lubang Buaya. Ia diculik karena dikira adalah Jenderal A.H.Nasution. Beliau dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

Saturday, August 22, 2009

Ismail Marzuki.


Ismail Marzuki.

Islami Marzuki dilahirkan di Kwitang, Jakarta Pusat pada tanggal 11 Mei tahun 1964. karya karya beliau yang abadi sepanjang masa diantaranya adalah Juwita Malam, Sepasang Mata Bola, Selendang Sutera, Sabda Alam, Gugur Bunga, Halo Halo Bandung dan Indonesia Pusaka.
Pada tahun 1931, Ismail Marzuki mulai menciptakan lagu. Lagu itu berjudul "O Sarinah'' yang menggambarkan suatu kondisi kehidupan bangsa yang tertindas.
Sebagai komponis, dia dikenal produktif dan pandai melahirkan karya-karya yang mendapatkan apresiasi tinggi dari masyarakat.
Komponis pelopor yang wafat 25 Mei 1958, ini telah melahirkan lagu-lagu kepahlawanan, yang menggugah jiwa nasionalisme. Maestro musik ini menyandang predikat komponis pejuang legendaris Indonesia.


Nama:Ismail Marzuki

Lahir:Kwitang, Jakarta Pusat, 11 Mei 1914

Meninggal:25 Mei 1958

Profesi:Komponis

Karya:250 lagu, di antaranya: Rayuan Pulau Kelapa yang dicipta tahun 1944, Gugur Bunga (1945), Halo-Halo Bandung (1946), Selendang Sutera (1946), Sepasang Mata Bola (1946), dan Melati di Tapal Batas (1947). Penghargaan:Pahlawan Nasional


Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim


Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim
Kiai Haji Abdul Hasjim dilahirkan di Jombang, Jawa Timur, pada tanggal 1 Juni tahun 1914. Ayah beliau adalah KH. M. Hasyim Asy’ari, pendiri NU. Beliau anak kelima dan anak laki-laki pertama dari 10 bersaudara.
Masa kecilnya diisi dengan pengasuhan di Madrasah Tebuireng hingga usia 12 tahun. Pada usia 13 tahun, beliau sempat mondok dan belajar di Pondok Siwalan, Panji, Sidoarjo, selama 25 hari, mulai awal Ramadhan hingga tanggal 25 Ramadhan. Kemudian pindah ke Pesantren Lirboyo, Kediri, sebuah pesantren yang didirikan oleh KH. Abdul Karim, teman dan sekaligus murid ayahnya.
Pada usia 15 tahun, beliau kembali ke Tebuireng. Beliau semakin rajin belajar dan juga rajin membaca Koran dan majalah baik yang berbahasa Indonesia maupun Arab. Beliau mulai belajar Bahasa Arab dan Belanda ketika berlangganan majalah tiga bahasa, ”Sumber Pengetahuan” Bandung. Setelah itu belajar Bahasa Inggris.
Pada usia 18 tahun, pada tahun 1932, Abdul Wahid pergi ke tanah suci Mekkah bersama sepupunya, Muhammad Ilyas. Mereka berdua, selain menjalankan ibadah haji, juga memperdalam ilmu pengetahuan seperti nahwu, shorof, fiqh, tafsir, dan hadis. Ia menetap di tanah suci selama 2 tahun.Sepulang dari tanah suci, beliau membantu ayahnya mengajar di pesantren. Pada usianya baru menginjak 20-an tahun, Kiai Wahid sudah membantu ayahnya menyusun kurikulum pesantren, menulis surat balasan dari para ulama atas nama ayahnya dalam Bahasa Arab, mewakili sang ayah dalam berbagai pertemuan dengan para tokoh.
Pada tahun 1936, Kiai Wahid mendirikan Ikatan Pelajar Islam. Beliau juga mendirikan taman bacaan (Perpustakaan Tebuireng) yang menyediakan lebih dari seribu judul buku. Perpustakaan ini juga berlangganan majalah seperti Panji Islam, Dewan Islam, Berita Nahdlatul Ulama, Adil, Nurul Iman, Penyebar Semangat, Panji Pustaka, Pujangga Baru, dan lain sebagainya.
Lalu, ia menikah dengan Munawaroh (lebih dikenal dengan nama Sholichah), putri KH. Bisyri Sansuri (Denanyar Jombang) pada hari Jumat, 10 Syawal 1356 H./1936 M. dari hasil pernikahannya, beliau dikarunia enam orang anak yaitu Abdurrahman, Aisyah, Salahuddin, Umar, Lily Khodijah, dan Muhammad Hasyim.
Di tengah kesibukannya mengelola Tebuireng, Kiai Wahid aktif menjadi pengurus NU. Beliau giat mengembangkan dan mereorganisasi madrasah-madrasah NU di seluruh Indonesia. Ia menerbitkan Majalah Suluh Nahdlatul Ulama dan juga aktif menulis di Suara NU dan Berita NU. Kemudian tahun 1946, Kiai Wahid terpilih sebagai Ketua Tanfidiyyah PBNU menggantikan Kiai Achmad Shiddiq yang meninggal dunia.Pada bulan November 1947, Wahid Hasyim bersama M. Natsir menjadi pelopor pelaksanaan Kongres Umat Islam Indonesia yang diselenggarakan di Jogjakarta. Akhirnya diputuskan pendirian Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), sebagai satu-satunya partai politik Islam di Indonesia. Ketua umumnya adalah ayahnya sendiri, Kiai Hasyim Asy’ari. Namun Kiai Hasyim melimpahkan semua tugasnya kepada Wahid Hasyim.
Dalam Masyumi tergabung tokoh-tokoh Islam nasional, seperti KH. Wahab Hasbullah, KH. Bagus Hadikusumo, KH. Abdul Halim, KH. Ahmad Sanusi, KH. Zainul Arifin, Mohammad Roem, dr. Sukiman, H. Agus Salim, Prawoto Mangkusasmito, Anwar Cokroaminoto, Mohammad Natsir, dan lain-lain.
Pada tahun 1939, NU masuk menjadi anggota Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI), sebuah federasi partai dan ormas Islam di Indonesia. Setelah masuknya NU, dilakukan reorganisasi dan saat itulah Kiai Wahid terpilih menjadi ketua MIAI, dalam Kongres tanggal 14-15 September 1940 di Surabaya.
Di bawah kepemimpinan Kiai Wahid, MIAI melakukan tuntutan kepada pemerintah Kolonial Belanda untuk mencabut status Guru Ordonantie tahun 1925 yang sangat membatasi aktivitas guru-guru agama. Bersama GAPI (Gabungan Partai Politik Indonesia) dan PVPN (Asosiasi Pegawai Pemerintah), MIAI juga membentuk Kongres Rakyat Indonesia sebagai komite Nsional yang menuntut Indonesia berparlemen.
Pada tahun 1942, Pemerintah Jepang menangkap Hadratusy Sayeikh Kiai Hasyim Asy'ari dan menahannya di Surabaya. Wahid Hasyim berupaya membebaskannya dengan melakukan lobi-lobi politik. Akhirnya pada bulan Agustus 1944, Kiai Hasyim Asy'ari dibebaskan. Sebagai kompensasinya, Pemerintah Jepang menawarinya menjadi ketua Shumubucho, Kepala Jawatan Agama Pusat. Wahid Hasyim memanfaatkan jabatannya untuk persiapan kemerdekaan RI bersama sama dengan para tokoh nasional lainnya. Dia membentuk Kementerian Agama, lalu membujuk Jepang untuk memberikan latihan militer khusus kepada para santri, serta mendirikan barisan pertahanan rakyat secara mandiri. Inilah cikal-bakal terbentuknya laskar Hizbullah dan Sabilillah yang, bersama PETA, menjadi embrio lahirnya Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Pada tanggal 29 April 1945, pemerintah Jepang membentuk Dokuritsu Zyunbi Tyooisakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dan Wahid Hasyim menjadi salah satu anggotanya. beliau merupakan tokoh termuda dari sembilan tokoh nasional yang menandatangani Piagam Jakarta, sebuah piagam yang melahirkan proklamasi dan konstitusi Negara.
Di dalam kabinet pertama yang dibentuk Presiden Sukarno (September 1945), Kiai Wahid ditunjuk menjadi Menteri Negara. Demikian juga dalam Kabinet Sjahrir tahun 1946. Ketika KNIP dibentuk, Wahid Hasyim menjadi salah seorang anggotanya mewakili Masyumi dan meningkat menjadi anggota BPKNIP tahun 1946.
Setelah terjadi penyerahan kedaulatan RI dan berdirinya RIS, dalam Kabinet Hatta tahun 1950 dia diangkat menjadi Menteri Agama. Jabatan Menteri Agama terus dipercayakan kepadanya selama tiga kali kabinet, yakni Kabinet Hatta, Natsir, dan Kabinet Sukiman.Selama menjabat sebagai Menteri Agama RI, Kiai Wahid mengeluarkan tiga keputusan yang sangat mepengaruhi sistem pendidikan Indonesia di masa kini, yaitu : 1. Mengeluarkan Peraturan Pemerintah tertanggal 20 Januari 1950, yang mewajibkan pendidikan dan pengajaran agama di lingkungan sekolah umum, baik negeri maupun swasta.2. Mendirikan Sekolah Guru dan Hakim Agama di Malang, Banda-Aceh, Bandung, Bukittinggi, dan Yogyakarta.3. Mendirikan Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) di Tanjungpinang, Banda-Aceh, Padang, Jakarta, Banjarmasin, Tanjungkarang, Bandung, Pamekasan, dan Salatiga.
Lalu pada tahun 1950 beliau memutuskan pendirian Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang kini menjadi IAIN/UIN/STAIN, serta mendirikan wadah Panitia Haji Indonesia (PHI). Kiai Wahid juga memberikan ide kepada Presiden Soekarno untuk mendirikan masjid Istiqlal sebagai masjid negara.
Pada tahun 1950, Kiai Wahid diangkat menjadi Menteri Agama dan pindah ke Jakarta. Keluarga Kiai Wahid tinggal di Jl. Jawa (kini Jl. HOS Cokroaminoto) No. 112, dan selanjutnya pada tahun 1952 pindah ke Taman Matraman Barat no. 8, di dekat Masjid Jami’ Matraman.
Beliau menjabat sebagai Menteri Agama tiga kabinet (Kabinet Hatta, Kabinet Natsir dan Kabinet Sukiman). Mantan Ketua Tanfidiyyah PBNU (1948) dan Pemimpin dan pengasuh kedua Pesantren Tebuireng (1947 – 1950) ini, merupakan reformis dunia pendidikan pesantren dan pendidikan Islam Indonesia. Beliau meninggal dunia pada tanggal 19 april 1953 dalam sebuah kecelakaan mobil di Cimindi. Jenazah Kiai Wahid kemudian dibawa ke Jakarta, lalu diterbangkan ke Surabaya, dan selanjutnya dibawa ke Jombang untuk disemayamkan di pemakaman keluarga Pesantren Tebuireng. Atas jasa-jasanya beliau juga dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah.


BIODATA
Nama:Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim
Lahir:Jombang, Jawa Timur, 1 Juni 1914
Meninggal:Cimahi, Jawa Barat, 19 April 1953
Agama:Islam
Isteri:Sholichah
Anak:
- Abdurrahman Wahid
- Aisyah Wahid
- Salahuddin Wahid
- Umar Wahid
- Lily Khodijah Wahid
- Muhammad Hasyim Wahid
Ayah:KH. M. Hasyim Asy’ari
Ibu:Nyai Nafiqah
Karir:
- Pengurus Nahdlatul Ulama, mulai dari jabatan Sekertaris NU Ranting Cukir, Ketua Cabang NU Kabupaten Jombang (1938) dan Pengurus PBNU bagian ma’arif (pendidikan), 1940 dan Ketua Tanfidiyyah PBNU, 1948- Ketua Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI), 1940
- Pengasuh Pesantren Tebuireng (1947 – 1950)
- Pendiri Sekolah Tinggi Islam (UIN) di Jakarta, 1944
- Anggota BPUPKI dan PPKI, 1945- - Bersama M. Natsir menjadi pelopor pelaksanaan Kongres Umat Islam Indonesia yang diselenggarakan di Jogjakarta dan mendirikan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), 1948- Ketua Umum Partai NU, 1952

Friday, August 21, 2009

Mayjend TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo


Mayjend TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo

Sutoyo Siswomiharjo dilahirkan di kebumen, pada tanggal 23 Agustus 1922. Beliau menamatkan sekolah HIS di Semarang. Lalu melanjutkan pendidikan ke AMS juga di Semarang pada tahun 1942. setelah itu beliau mengikuti pendidikan di Balai Pendidikan Pegawai Tinggi di Jakarta. Sebelum menjadi tentara, Sutoyo bertugas sebagai Pegawai Menengah/III di Kabupaten Purworejo.
Tugas sebagai seorang Militer dimulai saat perjuangan kemerdekaan 1945. Sutoyo menjabat Kepala Organisasi Resimen II PT (Polisi Tentara) Purworejo dengan pangkat Kapten (1946). Pada bulan Juni tahun 1946, beliau pernah menjadi ajudan colonel Gatot Soebroto. Kemudian menjadi Kepala Staf CPMD Yogyakarta (1948-1949). Pada tahun 1950 Mayor Sutoyo menjabat sebagai Komandan Batalyon I CPM dan tahun 1951 Danyon V CPM. Tahun 1954 beliau menjabat Kepala Staf Markas Besar Polisi Militer.
Mulai tahun 1955 sebagai Pamen diperbantukan SUAD I dengan pangkat Letkol hingga tahun 1956. Lalu pada tahun yang sama, beliau diangkat menjadi Asisten ATMIL di London. Setelah kembali di tanah air dan selesai mengikuti pendidikan Kursus "C" Seskoad tahun 1960. Pada tahun 1961 naik pangkat menjadi Kolonel dan menjabat sebagai IRKEHAD. Pada tahun 1964 dinaikan pangkatnya menjadi Brigjen.
Sama seperti Achmad Yani, beliau juga menolak pembentukan angkatan kelima yang terdiri dari buruh dan tani yang dilengkapi dengan senjata. Tanggal 1 Oktober jam 04.00 Brigjen TNI Sutoyo diculik dan dibunuh oleh gerombolan G 30 S/PKI.. Dengan todongan bayonet, mereka menanyakan kepada pembantu rumah untuk menyerahkan kunci pintu yang menuju kamar tengah. Setelah pintu dibuka oleh Brigjen TNI Sutoyo, maka pratu Suyadi dan Praka Sumardi masuk ke dalam rumah, mereka mengatakan bahwa Brigjen TNI Sutoyo dipanggil oleh Presiden. Kedua orang itu membawa Brigjen TNI Sutoyo ke luar rumah sampai pintu pekarangan diserahkan pada Serda Sudibyo. Dengan diapit oleh Serda Sudibyo dan Pratu Sumardi, Brigjen TNI Sutoyo berjalan keluar pekarangan meninggalkan tempat untuk selanjutnya dibawa menuju Lubang Buaya, gugur dianiaya di luar batas-batas kemanusiaan oleh gerombolan G 30 S/PKI.


Nama:Mayjen TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo

Lahir:Kebumen, 23 Agustus 1922

Gugur:Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965

Agama:Islam

Tanda Penghormatan:Pahlawan Revolusi

Pendidikan:

- HIS di Semarang

- AMS tahun 1942 di Semarang

- Balai Pendidikan Pegawai Negeri di Jakarta.


Karir:

- Pegawai Menengah/III di Kabupaten Purworejo

- Kepala Organisasi Resimen II PT (Polisi Tentara) Purworejo dengan pangkat Kapten (1946)

- Kepala Staf CPMD Yogyakarta (1948-1949)

- Komandan Batalyon I CPM (1950)

- Danyon V CPM (1951)

- Kepala Staf MBPM (1954)

- Pamen diperbantukan SUAD I dengan pangkat Letkol (1955-1956)

- Asisten ATMIL di London (1956)

- Pendidikan Kursus "C" Seskoad (1960)

- 1961 naik pangkat menjadi Kolonel dan menjabat sebagai IRKEHAD dan tahun 1964 naik pangkat menjadi Brigjend

Jendral TNI Anumerta Achmad Yani.


Jendral TNI Anumerta Achmad Yani.

Achmad Yani dilahirkan di Jenar, Purworejo pada tanggal 19 Juni 1922. Ayahnya bernama Sarjo bin Suharyo dan Ibunya bernama Murtini. Achmad yani menamatkan pendidikan HIS setingkat SD di Bogor, dan tamat tahun 1935. setelah itu beliaumelanjutkan ke MULO dan tamat tahun 1938. Setelah itu beliau melanjutkan ke AMS namun belum lulus dan pindah mengikutin pendidikan militer pada Dinas Topografi Militer di Malang. Beliau mengikuti pelatihan di Bogor secara intensif. Dari sana Achmad Yani mengawali karier militernya dengan pangkat Sersan. Kemudian setelah tahun 1942 yakni setelah pendudukan Jepang di Indonesia, beliau juga mengikuti pendidikan Heiho di Magelang dan selanjutnya masuk tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor.
Pada awal kemerdekaan, beliau berhasil melucuti senjata Jepang di Magelang. Setelah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, dirinya diangkat menjadi Komandan TKR Purwokerto. Selanjutnya karier militernya pun semakin cepat menanjak.
Ketika terjadi Agresi Militer Pertama Belanda, pasukan yang dipimpinnya berhasil menahan serangna Belanda di daerah Pingit. Karena prestasinya yang gemilang, beliau dipercaya memegang jabatan sebagai Komandan Wehrkreise II yang meliputi daerah pertahanan Kedu, pada saat terjadinya agresi militer Belanda.
Sesudah pengakuan kedaulatan, beliau ditugaskan untuk menumpas DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) yang mengacau di daerah Jawa Tengah. Ketika itu dibentuklah pasukan Banteng Raiders yang diberi latihan khusus. Alhasil, pasukan DI/TII pun berhasil ditumpasnya. Seusai penumpasan DI/TII tersebut, ia ditarik ke Staf Angkatan Darat. Pada tahun 1955, ia disekolahkan pada Command and General Staff College di Fort Leaven Worth, Kansas, USA selama sembilan bulan. Dan pada tahun 1956, ia juga mengikuti pendidikan selama dua bulan pada Spesial Warfare Course di Inggris.Tahun 1958 terjadilah pemberontakan PRRI/Permesta. Achmad Yani pun diangkat menjadi Komandan Komando Operasi 17 Agustus untuk menumpas pemberontakan tersebut. Waktu itu beliau masih berpangkat colonel.
Pada tahun 1962 beliau diangkat menjadi Men/Pangad menggantikan Jenderal A.H. Nasution yang naik jabatan menjadi Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata (Menko Hankam/Kasab).
Jenderal Achmad Yani terkenal sebagai seorang tentara yang selalu berseberangan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Beliau menolak keinginan PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani. Oleh sebab itu, PKI melancarkan fitnah terhadap dirinya bahwa sejumlah TNI AD telah bekerja sama dengan sebuah negara asing untuk menjatuhkan Presiden Soekarno, PKI lewat Gerakan Tiga Puluh September (G 30/S) menjadikan dirinya salah satu target yang akan diculik dan dibunuh di antara tujuh petinggi TNI AD lainnya. Peristiwa yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965 dinihari itu akhirnya menewaskan enam dari tujuh Perwira Tinggi Angkatan Darat yang sebelumnya direncanakan PKI. Lubang Buaya, lokasi dimana sumur tempat menyembunyikan jenazah para Pahlwawan Revolusi itu berada menjadi saksi bisu atas kekejaman komunis tersebut.

Nama:Jenderal TNI Anumerta Achmad Yani

Lahir:Jenar, Purworejo, 19 Juni 1922

Meninggal:Jakarta, 1 Oktober 1965

Dimakamkan: Taman Makam Pahlawan Kalibata

Agama:Islam

Ayah:Sarjo bin Suharyo

Ibu:Murtini

Pendidikan Formal:

- HIS (setingkat S D) Bogor, tamat tahun 1935

- MULO (setingkat S M P) kelas B Afd. Bogor, tamat tahun 1938

- AMS (setingkat S M U) bagian B Afd. Jakarta, berhenti tahun 1940


Pendidikan Militer:

- Pendidikan militer pada Dinas Topografi Militer di Malang

- Pendidikan Heiho di Magelang

- Tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor

- Command and General Staf College di Fort Leaven Worth, Kansas, USA, tahun 1955

- Spesial Warfare Course di Inggris, tahun 1956J

abatan terakhir:Menteri Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) sejak tahun 1962

Bintang Kehormatan:

- Bintang RI Kelas II

- Bintang Sakti

- Bintang Gerilya

- Bintang Sewindu Kemerdekaan I dan II

- Satyalancana Kesetyaan VII, XVI

- Satyalancana G:O.M. I dan VI

- Satyalancana Sapta Marga (PRRI)

- Satyalancana Irian Barat (Trikora)

- Ordenon Narodne Armije II Reda Yugoslavia (1958) dan lain-lain

Tanda Penghormatan:Pahlawan Revolusi

Thursday, August 20, 2009

Dr Sutomo


Dr Sutomo
Dr Sutomo dilahirkan pada tanggal 30 Juli 1888 di desa Ngepeh, Jawa Timur. Nama asli beliau adalah Subroto. Pada tahun 1908, beliau bersama dengan rekan rekannya mendirikan Budi Utomo (BU), organisasi modem pertama di Indonesia, pada tanggal 20 Mei 1908, yang kemudian diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Beliau pun diangkat menjadi ketuanya. Tujuan perkumpulan ini adalah memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan, teknik dan industri, kebudayaan, serta mempertinggi cita-cita kemanusiaan untuk mencapai kehidupan bangsa yang terhormat supaya tidak dapat ditindas atau dijajah lagi oleh bangsa lain.
Kemudian kongres peresmian dan pengesahan anggaran dasar BU diadakan di Yogyakarta 5 Okt 1908. Pengurus pertama terdiri dari: Tirtokusumo (bupati Karanganyar) sebagai ketua; Wahidin Sudirohusodo (dokter Jawa), wakil ketua; Dwijosewoyo dan Sosrosugondo (kedua-duanya guru Kweekschool), penulis; Gondoatmodjo (opsir Legiun Pakualaman), bendahara; Suryodiputro (jaksa kepala Bondowoso), Gondosubroto (jaksa kepala Surakarta), dan Tjipto Mangunkusumo (dokter di Demak) sebagai komisaris.
Pada tahun 1911, beliau lulus dari STOVIA, dan bertugas sebagai dokter. Beliau bertugas di Semarang, setelah itu pindah ke Tuban, setelah itu pindah lagi ke Lubuk Pakam di Sumatra Timur, setelah itu beliau bertugas di Malang, Di kota inilah ada wabah pes yang sedang melanda daerah ini.
Tahun 1919, beliau mendapat kesempatan untuk belajar di negeri Belanda.
Kemudian pada tahun 1924, beliau mendirikan Indonesische Studie Club (ISC) yang merupakan wadah bagi kaum terpelajar Indonesia. ISC berhasil mendirikan sekolah tenun, bank kredit, koperasi, dan sebagainya. Pada tahun 1931 ISC berganti nama menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Di bawah pimpinannya, PBI berkembang pesat.
Sementara itu, tekanan dari Pemerintah Kolonial Belanda terhadap pergerakan nasional semakin keras. Pada bulan Januari 1934, dibentuk Komisi BU-PBI, yang kemudian disetujui oleh kedua pengurus-besarnya pertengahan 1935 untuk berfusi. Kongres peresmian fusi dan juga merupakan kongres terakhir BU, melahirkan Partai Indonesia Raya atau disingkat PARINDRA, berlangsung 24-26 Des 1935. Sutomo diangkat menjadi ketua. Parindra berjuang untuk mencapai Indonesia merdeka dan untuk kemakmuran rakyat.
Pada tanggal 30 Mei tahun 1938, beliau meninggal di Surabaya,
Nama:Dokter Sutomo

Nama Asli:Subroto

Lahir:Desa Ngepeh, Jawa Timur, 30 Juli 1888

Wafat:Surabaya, 30 Mei 1938

Pendidikan:STOVIA tahun 1911

Karir:=

Dokter di Semarang, Tuban, Lubuk Pakam dan Malang=

Wartawan dan memimpin beberapa surat kabar

Organisasi:

= Pendiri dan Ketua Budi Utomo, 20 Mei 1908

= Budi Utomo bergerak di bidang politik 1919

= Pendiri Indonesische Studie Club (ISC) 1924

= ISC berganti nama menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) 1931

= Pendiri dan Ketua Partai Indonesia Raya (Parindra) yang merupakan penggabungan Budi Utomo dengan PBI

Sunday, August 9, 2009

Hj, Nani Wartabone


Hj, Nani Wartabone
Beliau dilahirkan pada tanggal 30 Januari 1907 di Gorontalo. Beliau adalah seorang pejuang yang aktif berorganisasi dan berjuang melawan kolonialisme di daerahnya pada masa perjuangan kemerdekaan. Beliau mendirikan Jong Gorontalo dan menjadi sekretarisnya pada tahun 1923. Lima tahnu mekmudian atau tahun1928 beliau menjadi Ketua PNI cabang Gorontalo.
Pada tahun 1942, beliau memimpin pemberontakan dan pengambilalihan kekuasaan dari tangan Belanda dan memproklamasikan Gorontalo merdeka sebelum tentara Jepang tiba. Tahun 1943, beliau ditangkap dan dipenjara di Manado, oleh pemerintah Jepang karena sikap pemberontakannya melawan Jepang.
Tetapi, dua hari sebelum proklamasi kemerdekaan 1945, Jepang menyerahkan kekuasaan kepada Wartabone di Gorontalo. Beliau pun menduduki berbagai jabatan baik di daerah maupun di pusat. Beliau ikut berjuang dalam operasi penumpasan pemberontakan Permesta tahun 1958. Pada tanggal 3 Januari 1986, beliau wafat di Gorontalo.
Tanda jasa dan penghargaan yang pernah diterima antara lain, Surat Penghargaan Membantu Gerakan Angkatan Perang RI, Perintis Kemerdekaan, Veteran Pejuang Kemerdekaan Indonesia, serta Bintang Mahaputra Utama. Kemudian pada Hari Pahlawan 2003 menerima gelar Pahlawan Nasional.
Nama:Hi Nani Wartabone

Lahir:Gorontalo 30 Januari 1907

Meninggal:Gorontalo 3 Januari 1986

Gelar:Pahlawan Nasional

Karir:Pendiri Jong Gorontalo di Jawa Timur 1923Pelopor Pergerakan dan Pejuang Kemerdekaan

Tanda Jasa dan Penghargaan:Surat Penghargaan Membantu Gerakan Angkatan Perang RI

Perintis KemerdekaanVeteran Pejuang Kemerdekaan IndonesiaBintang Mahaputra UtamaPahlawan Nasional.

Saturday, August 8, 2009

Jendral Sudirman


JENDRAL SUDIRMAN
Beliau dilahirkan di Bodas Karangjati, Purbalingga, 24 Januari 1916. Beliau menempuh pendidikan formal dari Sekolah Taman Siswa, kemudian melanjut kan ke HIK (sekolah guru) Muhammadiyah, Solo tapi tidak sampai tamat. Sudirman muda yang terkenal disiplin dan giat di organisasi Pramuka Hizbul Wathan ini kemudian menjadi guru di sekolah HIS Muhammadiyah di Cilacap. Sementara itu, beliau memperoleh pendidikan militer dengan mengikuti pendidikan tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor. Setelah selesai beliau diangkat menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Sudirman sering melempar kritik terhadap pemerintah Jepang yang bertindak semena mena terhadap bangsa Indonesia. Hal itu tentu saja membuat pemerintah Jepang marah dan dia hampir saja dibunuh oleh tentara Jepang.
Setelah Indonesia merdeka, beliau berhasil merebut senjata pasukan Jepang di Banyumas pada saat terjadinya pertempuran dengan Jepang. Itulah jasa pertamanya sebagai tentara pasca kemerdekaan Indonesia. Sesudah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, ia kemudian diangkat menjadi Panglima Divisi V/Banyumas dengan pangkat Kolonel. Dan melalui Konferensi TKR tanggal 2 Nopember 1945, ia terpilih menjadi Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 18 Desember 1945, pangkat Jenderal diberikan padanya lewat pelantikan Presiden. Jadi ia memperoleh pangkat Jenderal tidak melalui Akademi Militer atau pendidikan tinggi lainnya sebagaimana lazimnya, tapi karena prestasinya.
Ketika pasukan sekutu datang ke Indonesia dengan alasan untuk melucuti tentara Jepang, ternyata tentara Belanda ikut dibonceng. Oleh sebab itu TKR terlibat dalam pertempuran dengan tentara sekutu. Pada bulan desember 1945, pasukan TKR yang dipimpin oleh Sudirman terlibat pertempuran melawan tentara Inggris di Ambarawa. Dan pada tanggal 12 Desember tahun yang sama, dilancarkanlah serangan serentak terhadap semua kedudukan Inggris. Akhirnya pertempuran itu memaksa Inggris mengundurkan diri ke Semarang.
Pada saat Agresi Militer II Belanda, Ibukota Negara RI berada di Yogyakarta sebab Kota Jakarta sebelumnya sudah dikuasai. Jenderal Sudirman yang saat itu berada di Yogyakarta sedang sakit. Namun karena semangat nasionalismenya yang begitu tinggi beliau tetap bertekad melawan penjajah walaupun dalam keadaan sakit dan harus ditandu ileh pasukannya, namun semangatnya tidak akan pernah pudar. Maka dengan ditandu, ia berangkat memimpin pasukan untuk melakukan perang gerilya. Selama beberapa waktu, beliau harus berpindah pindah tempat agar tidak mudah ditemukan oleh Belanda, namun akhirnya ia harus pulang dari medan gerilya, ia tidak bisa lagi memimpin Angkatan Perang secara langsung, tapi pemikirannya selalu dibutuhkan.
Pada tangal 29 Januari 1950, Panglima Besar ini meninggal dunia di Magelang dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Ia dinobatkan sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan. Satu hal yang perlu diingat dan menjadi inspirasi bagi generasi penerus bangsa ini adalah semangat beliau yang tidak pernah mati, bahkan dalam keadaan sakit pun, beliau tetap berjuang mengusir penjajah Belanda dari bumi pertiwi ini.

Nama:Jenderal Sudirman

Lahir:Bodas Karangjati, Purbalingga, 24 Januari 1916

Meninggal:Magelang, 29 Januari 1950

Agama:Islam

Pendidikan Fomal:

- Sekolah Taman Siswa

- HIK Muhammadiyah, Solo (tidak tamat)

Pendidikan Tentara: Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor

Pengalaman Pekerjaan:Guru di HIS Muhammadiyah di CilacapPengalaman Organisasi:Kepanduan Hizbul Wathan

Jabatan di Militer:- Panglima Besar TKR/TNI, dengan pangkat Jenderal- Panglima Divisi V/Banyumas, dengan pangkat Kolonel- Komandan Batalyon di KroyaTanda Penghormatan:Pahlawan Pembela Kemerdekaan

Meniggal:Magelang, 29 Januari 1950

Dimakamkan:Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta


Dr. Wahidin Sudirohusodo


Dr. Wahidin Sudirohusodo.
Beliau dilahirkan di desa Mlati, Yogyakarta, pada tanggal 7 Januari 1852. beliau menamatkan pendidikan di sekolah dasar di Yogyakarta, setelah itu melanjutkan ke Europeesche Lagere School juga di Yogyakarta. Setelah lulus, beliau pun melanjutkan ke Sekolah Dokter Jawa di Jakarta. Beliau ini sangat senang bergaul dengan rakyat biasa. Sehinggga mengetahui banyak penderitaan rakyat. Beliau juga sangat menyadari bagaimana terbelakang dan.tertindasnya rakyat akibat penjajahan Belanda. Menurutnya, salah satu cara untuk membebaskan diri dari penjajahan, rakyat harus cerdas. Kemudian, beliau mengunjungi para pelajar STOVIA. Kepada para pelajar sekolah dokter itu, beliau mengemukakan gagasannya dan menganjurkan agar para pelajar itu mendirikan organisasi yang bertujuan untuk memajukan pendidikan dan meninggikan martabat dan derajat bangsa Indonesia. Ide dan gagasan ini disambut baik para pelajar STOVIA itu. Mereka juga sependapat dan menyadari bagaimana tertindasnya nasib rakyat Indonesia pada waktu itu. Maka pada tanggal 20 Mei 1908, Sutomo dan kawan-kawannya mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Budi Utomo. Inilah organisasi modern pertama yang lahir di Indonesia. Kendati ia tidak termasuk pendiri Budi Utomo (20 Mei 1908), namanya selalu dikaitkan dengan organisasi kebangkitan nasional itu. Sebab, sesungguhnya dialah penggagas berdirinya organisasi yang didirikan para pelajar STOVIA Jakarta. Sekarang setiap tanggl 20 Mei, diperingati sebagai hari kebangkitan nasional.


Nama:Wahidin Sudirohusodo

Lahir:Desa Mlati, Yogyakarta, 7 Januari 1852

Wafat:Dimakamkan di desa Mlati, Yogyakarta 26 Mei 1917

Pendidikan:

= Sekolah Dasar di Yogyakarta

= Europeesche Lagere School di Yogyakarta

= Sekolah Dokter Jawa di Jakarta

Friday, August 7, 2009

Jendral TNI AD Gatot Subroto



Jendral Gatot Subroto dilahirkan di Banyumas, pada tanggal 10 Oktober tahun 1909. Sejak kecil, beliau sudah menunjukkan watak seorang pemimpin. Pengalaman tidak manis pernah dialaminya ketika masih bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS). Waktu itu, dia berkelahi dengan seorang anak Belanda. Akhirnya dia pun dikeluarkan dari sekolah tersebut. Hal inimenunjukkan bahwa beliau sejak dulu mempunyai watak yang tegas dan berani. Saat otidak ada satu prang pun yang berani menantang anak belanda, beliau berani berkelahi dengannya. Dan hal ini cukup membuktikan bahwa beliau tidak mau harga dirinya diinjak injak oleh Belanda. Setelah dikelaurkan dari situ, beliau melanjutkan ke sekolah Holands Inlandse School (HIS). Dari sana, dia akhirnya menyelesaikan pendidikan formalnya. Namun setamat HIS, dia memilih tidak meneruskan pendidikannya ke sekolah yang lebih tinggi, tetapi bekerja sebagai pegawai. Pada tahun 1923, beliau keluar dari pekerjaannya dan masuk sekolah militer di Magelang. Setelah menyelesaikan pendidikan militer, Gatot pun menjadi anggota KNIL (Tentara Hindia Belanda) hingga akhir pendudukan Belanda di Indonesia.
Ketika Perang Dunia ke II bergolak, pasukan Belanda berhasil ditaklukkan pasukan Jepang. Indonesia yang sebelumnya merupakan daerah pendudukan Belanda beralih jadi kekuasaan pemerintah Kerajaan Jepang. Pada masa Pendudukan Jepang ini, Gatot pun langsung mengikuti pendidikan Tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor. Tamat dari pendidikan Peta, dia diangkat pemerintah Jepang menjadi komandan kompi di Sumpyuh, Banyumas dan tidak berapa lama kemudian dinaikkan menjadi komandan batalyon.
Namun hal itu tidak membuat beliau berpihak pada tentara Jepang. Rasa nasionalisme beliau sangat tinggi terhadap Republic Indonesia. Keikutsertaannya hanya sebatas pekerjaan yang lumrah saja. Beliau tetap berpihak pada kepentingan rakyat kecil. Perlakuan beliau itu membuat beliau sering mendapat teguran dari atasannya. Namun beliau tidak takut dan tetap memperhatikan nasib dan kepentingan rakyat kecil. Bahkan beliau rela gajinya diberikan untuk rakyat kecil. Hal ini sudah menunjukkan bahwa beliau memiliki rasa solidaritas yang sangat tinggi.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Gatot langsung masuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR), kemudian berganti nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sejak kemerdekaan hingga pengakuan kedaulatan kemerdekaan RI atau pada masa Perang Kemerdekaan yakni antara tahun 1945-1950, dia dipercayai memegang beberapa jabatan penting. Salah satunya adlaah pernah dipercaya menjadi Panglima Divisi II, Panglima Corps Polisi Militer, dan Gubernur Militer Daerah Surakarta dan sekitarnya. Pada saat beliau bertugas di Surakarta dan sekitarnya, tahun 1948, beliau berhasil menumpas pemberotanakn PKI atau Partai Komunis Indonesia.
Setelah banyak terjadi peristiwa dalam mempertahankan kemerdekaan dari agresi militer Belanda, pengakuan kedaulatan republik ini pun berhasil diperoleh. Pasca pengakuan kedaulatan itu, Gatot Subroto semakin dipercaya mengemban tugas yang lebih tinggi. Dia diangkat menjadi Panglima Tentara & Teritorium (T & T) IV I Diponegoro. Tahun 1953, beliau diangkat menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad).
Di kalangan militer, beliau dikenal sebagai seorang pimpinan yang mempunyai perhatian besar terhadap pembinaan perwira muda. Akhirnya beliau menggagaskan terbentuknya Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI), yang berfungsi untuk membina para pemuda pilihan bangsa.
Tentara yang aktif dalam tiga zaman ini pernah menjadi Tentara Hindia Belanda (KNIL) pada masa pendudukan Belanda, anggota Pembela Tanah Air (Peta) pada masa pendudukan Jepang dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) setelah kemerdekaan Indonesia serta turut menumpas PKI pada tahun 1948. Ia juga menjadi penggagas terbentuknya Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI).
Gatot Subroto akhirnya meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 11 Juni 1962. Sang Jenderal ini dimakamkan di desa Mulyoharjo, Ungaran, Yogyakarta. Atas jasa-jasanya yang begitu besar bagi negara, Jenderal Gatot Subroto dinobatkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional yang dikuatkan dengan SK Presiden RI No.222 Tahun 1962, tgl 18 Juni 1962.


Nama : Jenderal TNI AD Gatot Subroto

Lahir:Banyumas, 10 Oktober 1909

Meninggal dunia:Jakarta, 11 Juni 1962

Dimakamkan:Desa Mulyoharjo, Ungaran, Yogyakarta

Pendidikan Formal:- Europeesche Lagere School (ELS) (dikeluarkan)- Holands Inlandse School (HIS)Pendidikan Militer:- Sekolah militer di Magelang (1923)- Pendidikan Tentara Pembela Tanah Air (Peta) - Masuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang kemudian menjadi TNIPengalaman Pekerjaan:- Pegawai Pemerintah (ditinggalkan)Pengalaman Tugas:- Anggota KNIL (Tentara Hindia Belanda), - Komandan kompi di Sumpyuh, Banyumas- Komandan batalyon- Panglima Divisi II, Panglima Corps Polisi Militer, dan Gubernur Militer Daerah Surakarta dan sekitarnya (1945-1950)- Panglima Tentara & Teritorium (T &T) IV I Diponegoro- Tahun 1953, mengundurkan diri dari dinas militer tapi diaktifkan kembali dan diangkat menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat. Tanda Penghormatan:Pahlawan Kemerdekaan Nasional




KI HAJAR DEWANTARA


Ki Hajar Dewantara dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Nama asli beliau adalah Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Pada saat beliau berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, beliau pun berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara. Beliau tidak menggunakan lagi gelar kebangsawanannya supaya beliau dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya. Beliau menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda). Lalu beliau melanjutkan ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tetapi tidak sampai tamat. Setelah itu, beliau bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar, diantaranya adalah Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Tulisan tulisan beliau sangat komunikatif dan menggugah semangat antikolonial bagi para pembacanya.
Selain berprofesi sebagai wartawan, beliau juga aktif dalam organisasi social dan politik. Pada tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Selanjutnya pada tanggal 25 Desember 1912, beliau bersama dengan Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, Kemudian, mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka.
Mereka pun mendaftarkan organisasi ini kepada pemerintah kolonial Belanda supaya mendapat status badan hukum, tetapi ditolak oleh Gubernur Jendral Idenburg pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg pada tanggal 11 Maret 1913. Alasannya adalah organisasi ini dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan menggerakan kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.Setelah penolakan tersebut, beliau membentuk Komite Bumipoetra pada November 1913. Pembentukan komite ini dimaksudkan unKomite itu sekaligus sebagai komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda. Komite Boemipoetra itu melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut. Ia pun mengkritik lewat tulisan berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Tulisan Seandainya Aku Seorang Belanda yang dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker itu antara lain berbunyi: "Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu.
Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun".Akibatnya, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg menjatuhkan hukuman berupa internering (hukum buang) yaitu sebuah hukuman dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk bertempat tinggal. Ia pun dihukum buang ke Pulau Bangka. Namun Raden Mas Soewardi menghendaki dibuang Negeri Belanda. Akhirnya beliau diijinkan ke Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman.
Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo merasakan rekan seperjuangan diperlakukan tidak adil. Mereka pun menerbitkan tulisan yang bernada membela Soewardi. Lagi lagi pihak Belanda menganggap tulisan itu menghasut rakyat untuk memberontak. Akibatnya keduanya juga terkena hukuman internering. Douwes Dekker dibuang di Kupang dan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke pulau Banda.
Kesempatan itu dipergunakan oleh Raden Mas Soewardi untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berhasil memperoleh Europeesche Akte. Lalu pada tahun 1918 beliau kembali ke tanah air dan langsung mencurahkan perhatiannya pada masalah pendidikan di tanah air. Pada tanggal 3 Juli 1922mbersama reka rekannya, beliau mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa). Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Lagi lagi pihak Belanda berusaha merintanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932. Tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu kemudian dicabut.
Sementara itu, pada zaman Pendudukan Jepang, kegiatan di bidang politik dan pendidikan tetap dilanjutkan. Waktu Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dalam tahun 1943, Ki Hajar duduk sebagai salah seorang pimpinan di samping Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta dan K.H. Mas Mansur.
Setelah zaman kemedekaan, Ki Hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Beliau juga menerima gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957. dua thaun kemudian, tepatnya tanggal 28 April 1959 beliau tutup usia di Yogyakarta dan dimakamkan di sana. Ajarannya yang terkenal ialah tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sungtulada (di depan memberi teladan).
Untuk menghormati jasa jasa beliau, maka tanggal lahir beliau yaitu tanggal 2 Mei diperingati sebagai hari Pendidikan Nasional dan juga beliau dianugerahi Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959.
Nama:Ki Hajar Dewantara

Nama Asli:Raden Mas Soewardi Soeryaningrat

Lahir:Yogyakarta, 2 Mei 1889

Wafat:Yogyakarta, 28 April 1959

Pendidikan:= Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda)= STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera) tidak tamat= Europeesche Akte, Belanda= Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957

Karir:= Wartawan Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara= Pendiri Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922= Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama.Organisasi:= Boedi Oetomo 1908= Pendiri Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) 25 Desember 1912Penghargaan:Bapak Pendidikan Nasional, hari kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan NasionalPahlawan Pergerakan Nasional (surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959)


Nama Ki Hadjar Dewantara bukan saja diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan (bapak Pendidikan Nasional) yang tanggal kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional, tetapi juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Penghargaan lain yang diterimanya adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957.

Wednesday, August 5, 2009

Dr. Cipto Mangunkusumo



Cipto Mangunkusumo dilahirkan di Pecangakan, Ambarawa, tahun 1886. Beliau menamatkan STOVIA (Sekolah Dokter) di Jakarta. Beliau sering menulis karangan tentang berbagai penderitaan rakyat akibat penjajahan Belanda. Karangan-karangan ini dimuat di harian De Express. Pemerintah Belanda pun menganggap hal ini sebagai usaha untuk menanamkan rasa kebencian pembaca terhadap Belanda. Ketika aktif menulis di De Express tersebut, sebenarnya dia sudah bekerja sebagai dokter. Pekerjaan itu dia dapatkan setelah memperoleh ijazah STOVIA (Sekolah Dokter) di Jakarta. Saat itu dia ditugaskan di Demak. dari sanalah dia menulis karangan-karangan yang nafasnya mengkritik penjajahan Belanda di Indonesia. Akibatnya dia diberhentikan dari pekerjaannya sebagai dokter pemerintah. Dr Cipto puns emakin intens melakukan perjuangan.Pada tahun 1912, bersama Douwes Dekker dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) beliaumendirikan Indische Partij, sebuah partai politik yang merupakan partai pertama yang berjuang untuk mencapai Indonesia merdeka.
Saat Belanda ingin merayakan bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis, para pejuang kemerdekaan merasa tersinggung. Mereka menganggap Belanda tidak pantas berpesta di negeri jajahannya sendiri. Dokter Cipto Mangunkusumo bersama para pejuang lainnya membentuk Komite Bumiputera khusus memprotes maksud pemerintah Belanda tersebut. Namun hal itu berdampak buruk. Pada tahun 1913, dia dibuang ke negeri Belanda. Tapi belum sampai setahun, dia sudah dikembalikan lagi ke Indonesia karena serangan penyakit asma yang dideritanya. Sekembalinya dari negeri Belanda, dr. Cipto melakukan perjuangan melalui Volksraad. Karena kegiatannya di Volksraad tersebut, dia kembali mendapat hukuman. Ia dipaksa oleh Belanda meninggalkan Solo, kota dimana dia tinggal waktu itu. Padahal saat itu, ia sedang membuka praktik dokter dan sedang giat mengembangkan "Kartini Club" di kota itu. Dari Solo ia selanjutnya tinggal di Bandung sebagai tahanan kota. Walaupun begitu, namun perjuangannya tidak menjadi surut. Kegiatan-kegiatannya selama di Bandung terutama usaha mengumpulkan para tokoh pergerakan nasional untuk berjuang melawan Belanda akhirnya terbongkar. Dia kembali mendapat sanksi dari pemerintah Belanda. Pada tahun 1927, dari Bandung dia dibuang ke Banda Neira. Di Banda Neira, dr. Cipto mendekam/terbuang sebagai tahanan selama tiga belas tahun. Dari Banda Naire dia dipindahkan ke Ujungpandang. Dan tidak lama kemudian dipindahkan lagi ke Sukabumi, Jawa Barat. Namun karena penyakit asmanya, dia dipindahkan lagi ke Jakarta. Jakarta merupakan kota terakhirnya hingga akhir hidupnya. Dr. Cipto Mangunkusumo meninggal di Jakarta, 8 Maret 1943, dan dimakamkan di Watu Ceper, Ambarawa.
Sebagai seorang dokter, dr. Cipto pernah memperoleh prestasi gemilang ketika berhasil membasmi wabah pes yang berjangkit di daerah Malang. Kegemilangannya membasmi wabah tersebut membuat namanya kesohor. Bahkan pemerintah Belanda yang sebelumnya telah memecatnya dari pekerjaannya sebagai dokter pemerintah malah menganugerahkan penghargaan Bintang Orde van Oranye Nassau kepadanya. Namun penghargaan dari Belanda tersebut tidak membuatnya bangga. Penghargaan tersebut malah dikembalikannya pada pemerintah Belanda.
Atas jasa dan pengorbanannya sebagai pejuang pembela bangsa, oleh negara namanya dinobatkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional yang disahkan dengan SK Presiden RI No.109 Tahun 1964, Tanggal 2 Mei 1964 dan namanya pun diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Umum Pusat di Jakarta.
Nama:Cipto Mangunkusumo

Lahir:Pecangakan, Ambarawa, tahun 1886

Meninggal:Jakarta, 8 Maret 1943

Dimakamkan:Watu Ceper, Ambarawa

Pendidikan:STOVIA (Sekolah Dokter) di Jakarta

Pengalaman Pekerjaan:

Dokter pemerintah di Demak

Praktik dokter di Solo

Prestasi Lain:

Berhasil membasmi wabah pes (1910)

Mengembangkan "Kartini Club"

Kegiatan Politik:

Menulis di harian De Express

Mendirikan Indische Partij (1912)

Membentuk Komite Bumiputera

Volksraad

Pengalaman Perjuangan:

Dibuang ke negeri Belanda (1913)

Tahanan kota di Bandung

Dibuang ke Banda Neira (1927)

Dibuang ke Ujungpandang

Dari Ujungpandang dipindahkan ke Sukabumi, Jawa Barat

Dari Sukabumi dipindahkan ke Jakarta

Tanda Penghargaan

Orde van Oranye Nassau dari Pemerintah Belanda (dikembalikannya)

Tanda Penghormatan:

Dinobatkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional

Namanya diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Umum Pusat Jakarta.



Tuesday, August 4, 2009

Haji Agus Salim



Haji Agus Salim lahir di Koto Gadang, Bukittinggi, Minangkabau, Sumatera Barat, 8 Oktober 1884. Lahir dari pasangan Angku Sutan Mohammad Salim dan Siti Zainab. Ayahnya adalah seorang kepala jaksa di Pengadilan Tinggi Riau. Pendidikan dasar ditempuh di Europeesche Lagere School (ELS), kemudian dilanjutkan ke Hoogere Burgerschool (HBS) di Batavia. Banyak belajar sendiri beliau menguasai 9 bahasa asing yaitu belanda, inggris, jerman, arab cina prancis turki jepang dan rusia. Setelah lulus, Salim bekerja sebagai penerjemah dan pembantu notaris pada sebuah kongsi pertambangan di Indragiri. Pada tahun 1906, Salim berangkat ke Jeddah, Arab Saudi untuk bekerja di Konsulat Belanda di sana. Pada periode inilah Salim berguru pada Syeh Ahmad Khatib, yang masih merupakan pamannya. Salim kemudian terjun ke dunia jurnalistik sejak tahun 1915 di Harian Neratja sebagai Redaktur II. Setelah itu diangkat menjadi Ketua Redaksi. Menikah dengan Zaenatun Nahar dan dikaruniai 8 orang anak. Kegiatannya dalam bidang jurnalistik terus berlangsung hingga akhirnya menjadi Pemimpin Harian Hindia Baroe di Jakarta. Kemudian mendirikan Suratkabar Fadjar Asia. Dan selanjutnya sebagai Redaktur Harian Moestika di Yogyakarta dan membuka kantor Advies en Informatie Bureau Penerangan Oemoem (AIPO). Bersamaan dengan itu Agus Salim terjun dalam dunia politik sebagai pemimpin Sarekat Islam. Pada tahun 1915, Salim bergabung dengan Sarekat Islam (SI), dan menjadi pemimpin kedua di SI setelah H.O.S. Tjokroaminoto. Peran Agus Salim pada masa perjuangan kemerdekaan RI antara lain: anggota Volksraad (1921-1924) anggota panitia 9 BPUPKI yang mempersiapkan UUD 1945 Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir II 1946 dan Kabinet III 1947 pembukaan hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara Arab, terutama Mesir pada tahun 1947 Menteri Luar Negeri Kabinet Amir Sjarifuddin 1947 Menteri Luar Negeri Kabinet Hatta 1948-1949 Pada tahun 1952, ia menjabat Ketua di Dewan Kehormatan PWI. Biarpun penanya tajam dan kritikannya pedas namun Haji Agus Salim masih mengenal batas-batas dan menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik. Setelah mengundurkan diri dari dunia politik, pada tahun 1953 ia mengarang buku dengan judul Bagaimana Takdir, Tawakal dan Tauchid harus dipahamkan? yang lalu diperbaiki menjadi Keterangan Filsafat Tentang Tauchid, Takdir dan Tawakal. Ia meninggal dunia pada 4 November 1954 di RSU Jakarta dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

Monday, August 3, 2009

Wage Rudolf Supratman



Beliau dilahirkan pada tanggal 9 Maret 1903 Menamatkan sekolah dasarnya di Jakarta, kemudian melanjutkan ke Normaal School Ujungpandang. Setelah menyelesaikan pendidikan, ia masih tetap tinggal di Ujungpandang dan sempat bekerja sebagai guru Sekolah Dasar. Dari Ujungpandang, beliau lalu pindah ke Bandung menekuni profesi sebagai seorang wartawan. Profesi itu terus ditekuninya hingga ia akhirnya mudik ke kota kelahirannya, Jakarta. Beliau sebenarnya merupakan putra dari seorang Tentara Hindia Belanda (KNIL) namun jiwa kebangsaannya sangat tinggi. Jiwa kebangsaan itu semakin mengental pada dirinya terutama setelah banyak bertemu dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional sejak ia menekuni profesi kewartawanan. Rasa tidak senangnya terhadap penjajahan Belanda pernah dituangkannya dalam bukunya yang berjudul Perawan Desa. Akhirnya buku terbeut disita dan dilarang beredar oleh pemerintah Belanda. Kilas balik dari lahirnya lagu Indonesia Raya sendiri adalah berawal dari ketika beliau membaca suatu karangan dalam dalam Majalah Timbul. Penulis karangan tersebut menentang ahli-ahli musik Indonesia untuk menciptakan lagu kebangsaan. Supratman pun merasa tertangtang untukmenciptakan lagu kebangsaan. Sejak itu, ia mulai menggubah lagu. Dan pada tahun 1924 lahirlah lagu Indonesia Raya. Ketika Kongres Pemuda, yakni kongres yang melahirkan Sumpah Pemuda dilangsungkan di Jakarta bulan Oktober tahun 1928, Supratman memperdengarkan lagu ciptaannya itu pada malam penutupan acara tanggal 28 Oktober 1928 tersebut. Itulah saat pertama lagu itu dikumandangkan di depan umum. Lagu itu snagat menggugah semangat para pejuang kemerdekaan Indonesia. Ketika Indonesia merdeka, para pejuang-pejuang kemerdekaan menjadikan lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan. Dan, Wage Rudolf Supratman yang meninggal dan dimakamkan di Surabaya tanggal 17 Agustus 1938, dikukuhkan menjadi Pahlawan Nasional atas segala jasa-jasanya untuk nusa dan bangsa tercinta ini. Tingginya jiwa kebangsaan dari Wage Rudolf Supratman menuntun dirinya membuahkan karya bernilai tinggi yang di kemudian hari telah menjadi pembangkit semangat perjuangan pergerakan nasional

H. Adam Malik.


Dilahirkan di Pematang Siantar, 22 Juli 1917. ayahnya bernama Abdul Malik Batubara dan Ibunya bernama Salamah Lubis. Beliau bersekolah di SD (HIS) dan Madarasah Ibtidaiyah. Ketika usianya masih belasan tahun, ia pernah ditahan polisi Dinas Intel Politik di Sipirok 1934 dan dihukum dua bulan penjara karena melanggar larangan berkumpul. Saat usianya 17 tahun ia menjadi ketua Partindo di Pematang Siantar (1934- 1935) untuk ikut aktif memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Lalu beliau pun merantau ke Jakarta. Ketika berusia 20 tahun, Adam Malik bersama dengan Soemanang, Sipahutar, Armin Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna, memelopori berdirinya kantor berita Antara tahun 1937 berkantor di JI. Pinangsia 38 Jakarta Kota., mereka menyuplai berita ke berbagai surat kabar nasional. Di zaman Jepang, Adam Malik aktif bergerilya memperjuangkan kemerdekaan. Menjelang 17 Agustus 1945, bersama Sukarni, Chaerul Saleh, dan Wikana, Adam Malik pernah melarikan Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok untuk memaksa mereka memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Demi mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, ia menggerakkan rakyat berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta. Beliau mendirikan Partai Rakyat, pendiri Partai Murba, dan anggota parlemen. Llau beliau ditunjuk menjadi duta besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk Uni Soviet dan Polandia oleh Presiden Soekarno. . Karena kemampuan diplomasinya, Adam Malik kemudian menjadi ketua Delegasi RI dalam perundingan Indonesia-Belanda, untuk penyerahan Irian Barat di tahun 1962. Selesai perjuangan Irian Barat (Irian Jaya), Adam Malik menjabat sebagai Menko Pelaksana Ekonomi Terpimpin (1965). Pada masa semakin menguatnya pengaruh Partai Komunis Indonesia, Adam bersama Roeslan Abdulgani dan Jenderal Nasution dianggap sebagai musuh PKI dan dicap sebagai trio sayap kanan yang kontra-revolusi. Tahun 1966, Adam disebut-sebut dalam trio baru Soeharto-Sultan-Malik. Pada tahun yang sama, lewat televisi, ia menyatakan keluar dari Partai Murba. Empat tahun kemudian, ia bergabung dengan Golkar. Sejak 1966 sampai 1977 ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II / Menlu ad Interim dan Menlu RI. Adam Malik berperanan penting dalam berbagai perundingan dengan negara-negara lain termasuk rescheduling utang Indonesia peninggalan Orde Lama. Bersama Menlu negara-negara ASEAN, Adam Malik memelopori terbentuknya ASEAN tahun 1967. Ia bahkan dipercaya menjadi Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke-26 di New York. Ia orang Asia kedua yang pernah memimpin sidang lembaga tertinggi badan dunia itu. Tahun 1977, ia terpilih menjadi Ketua DPR/MPR. Kemudian tiga bulan berikutnya, dalam Sidang Umum MPR Maret 1978 terpilih menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia yang ke-3 menggantikan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang secara tiba-tiba menyatakan tidak bersedia dicalonkan lagi. Sebagai seorang diplomat, wartawan bahkan birokrat, ia seing mengatakan ‘semua bisa diatur”. Sebagai diplomat ia memang dikenal selalu mempunyai 1001 jawaban atas segala macam pertanyaan dan permasalahan yang dihadapkan kepadanya. Setelah mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, H.Adam Malik meninggal di Bandung pada 5 September 1984 karena kanker lever. Kemudian, isteri dan anak-anaknya mengabadikan namanya dengan mendirikan Museum Adam Malik. Pemerintah juga memberikan berbagai tanda kehormatan. Jabatan jabatan yang pernah beliau pegang adalah sebagai berikut:
Wakil Presiden RI (23 Maret 1978-1983) lalu Ketua MPR/DPR 1977-1978
Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke-26
Wakil Perdana Menteri II/Menteri Luar Negeri RI (1966-1977)
Menko Pelaksana Ekonomi Terpimpin (1965)
Ketua delegasi Indonesia-Belanda (1962)
Duta besar di Uni Soviet dan Polandia (1959)
Anggota DPA (1959)
Anggota Parlemen (1956)
Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947)

Halim Perdana Kusumah


Beliau dilahirkan di Sampang, 18 November 1922. beliua menamatkan HIS, MULO dan sekolah Pamongpraja di Magelang. Selanjutnya beliau masuk Sekolah Angkatan Laut di Surabaya. Setelah itu beliau melanjutkan pendidikan Royal Canadian Air Force bagian navigator di Inggris. Pada tahun 1947, beliau ditugaskan untuk membina AURI di Sumatra. Pada bulan Desember tahun 1948, Halim Perdana Kusuma dan Marsma Ismayudi ditugaskan membeli kelengkapan senjata di Thailand. Keduanya ditugaskan dengan pesawat terbang jenis "Enderson". Pesawat terbang itu dipenuhi dengan pelbagai senjata api, di antaranya karbin, sten-gan, pistol dan bom tangan. Tanggal 14 desember 1948, dalam perjalanan pulang, pesawat terbang tersebut jatuh. Diduga kerana cuaca buruk. Namun kemungkinan karena sabotase sangat terbuka. Bangkai pesawat terbang tersebut ditemui di sebuah kawasan hutan berdekatan dengan Lumut, Perak, Malaysia. Jasad beliau kemudian sempat dikebumikan di Gunung Mesah. Beberapa tahun kemudian, kuburannya digali dan jasadnya dibawa balik ke Indonesia dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Pemerintah memberi penghormatan atas jasa dan perjuangan Halim, dengan menganugerahi gelar pahlawan nasional dan mengabadikan namanya di sebuah lapangan terbang (Bandar Udara) internasional Halim Perdanakusuma di Jakarta. Juga dengan mengabadikan namanya pada kapal perang KRI Abdul Halim Perdanakusuma.

Saturday, August 1, 2009

K.H. Zainal Mustafa



K.H. Zainal Mustafa dilahirkan di Bageur, Cimerah, Singaparna, Tasikmalaya, pada tahun 1899, adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia. Zaenal Mustofa adalah pemimpin sebuah pesantren di Tasikmalaya dan pejuang Islam pertama dari Jawa Barat yang mengadakan pemberontakan terhadap pemerintahan Jepang. Nama kecilnya Hudaeni. Lahir dari keluarga petani berkecukupan, putra pasangan Nawapi dan Ny. Ratmah, di kampung Bageur, Desa Cimerah, Kecamatan Singaparna. Namanya menjadi Zaenal Mustofa setelah ia menunaikan ibadah haji pada tahun 1927. Hudaeni memperoleh pendidikan formal di Sekolah Rakyat. Pertama kali ia melanjutkan pendidikannya ke pesantren di Gunung Pari di bawah bimbingan Dimyati, kakak sepupunya, yang dikenal dengan nama KH. Zainal Muhsin. Dari Gunung Pari, ia kemudian mondok di Pesantren Cilenga, Leuwisari, dan di Pesantren Sukamiskin, Bandung. Lewat ibadah haji, ia berkenalan dengan ulama-ulama terkemuka. Kontak dengan dunia luar itu mendorongnya untuk mendirikan sebuah pesantren. Maka sekembalinya dari ibadah haji, tahun 1927, ia mendirikan pesantren di Kampung Cikembang dengan nama Sukamanah. Sebelumnya, di Kampung Bageur tahun 1922 telah berdiri pula Pesantren Sukahideng yang didirikan KH. Zainal Muhsin. Di samping itu, ia juga mengadakan beberapa kegiatan keagamaan ke pelosok-pelosok desa di Tasikmalaya dengan cara mengadakan ceramah-ceramah agama. Tahun 1933, ia masuk Jamiyyah Nahdhatul Ulama (NU) dan diangkat sebagai wakil ro’is Syuriah NU Cabang Tasikmalaya. Setelah Perang Dunia II, tepatnya pada 17 November 1941, KH. Zaenal Mustofa bersama Kiai Rukhiyat (dari Pesantren Cipasung), Haji Syirod, dan Hambali Syafei ditangkap Belanda dengan tuduhan telah menghasut rakyat untuk memberontak terhadap pemerintah Hindia Belanda. Mereka ditahan di Penjara Tasikmalaya dan sehari kemudian dipindahkan ke penjara Sukamiskin Bandung, dan baru bebas 10 Januari 1942. Akhir Februari 1942, KH. Zaenal Mustofa bersama Kiai Rukhiyat kembali ditangkap dan dimasukkan ke penjara Ciamis. Pada tanggal 8 Maret 1942 kekuasaan Hindia Belanda berakhir dan Indonesia diduduki Pemerintah Militer Jepang. Oleh penjajah yang baru ini, KH. Zaenal Mustofa dibebaskan dari penjara, dengan harapan ia akan mau membantu Jepang dalam mewujudkan ambisi fasisnya, yaitu menciptakan Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Akan tetapi, apa yang menjadi harapan Jepang tidak pernah terwujud karena KH. Zaenal Mustofa dengan tegas menolaknya. Begitulah, pasca perpindahan kekuasaan dari Belanda ke Jepang, sikap dan pandangannya itu tidak pernah berubah. Bahkan, kebenciannya semakin memuncak saja manakala menyaksikan sendiri kezaliman penjajah terhadap rakyat. Pada masa pemerintahan Jepang ini, ia menentang pelaksanaan seikeirei, cara memberi hormat kepada kaisar Jepang dengan menundukkan badan ke arah Tokyo. Ia menganggap perbuatan itu bertentangan dengan ajaran Islam dan merusak tauhid karena telah mengubah arah kiblat. Ia berprinsip lebih baik mati ketimbang menuruti perintah Jepang. Keyakinan seperti ini senantiasa ditanamkan kepada para santrinya dan masyarakat Islam sekitarnya. Ia juga menentang dan mengecam romusha, pengerahan tenaga rakyat untuk bekerja dengan paksa. Dengan semangat jihad membela kebenaran agama dan memperjuangkan bangsa, KH. Zaenal Mustofa merencanakan akan mengadakan perlawanan terhadap Jepang pada tanggal 25 Pebruari 1944 (1 Maulud 1363 H). Untuk melaksanakan rencana ini, KH. Zaenal Mustofa meminta para santrinya mempersiapkan persenjataan berupa bambu runcing dan golok yang terbuat dari bambu, serta berlatih pencak silat. Persiapan para santri ini tercium Jepang. Segera mereka mengirim camat Singaparna disertai 11 orang staf dan dikawal oleh beberapa anggota polisi untuk melakukan penangkapan. Usaha ini tidak berhasil. Mereka malah ditahan di rumah KH. Zaenal Mustofa. Keesokan harinya, pukul 8 pagi tanggal 25 Februari 1944, mereka dilepaskan dan hanya senjatanya yang dirampas. Tiba-tiba, sekitar pukul 13.00, datang empat orang opsir Jepang meminta agar KH. Zaenal Mustofa menghadap pemerintah Jepang di Tasikmalaya. Pun, sehari setelah peristiwa itu, antara 700-900 orang ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara di Tasikmalaya. Sementara itu, KH. Zaenal Mustofa sempat memberi instruksi secara rahasia kepada para santri dan seluruh pengikutnya yang ditahan agar tidak mengaku terlibat dalam pertempuran melawan Jepang, termasuk dalam kematian para opsir Jepang, dan pertanggungjawaban tentang pemberontakan Singaparna dipikul sepenuhnya oleh KH. Zaenal Mustofa. Akibatnya, sebanyak 23 orang yang dianggap bersalah, termasuk KH. Zaenal Mustofa sendiri, dibawa ke Jakarta untuk diadili. Namun mereka hilang tak tentu rimbanya. Besarnya pengaruh KH Zaenal Mustofa dalam pembentukan mental para santri dan masyarakat serta peranan pesantrennya sebagai lembaga pendidikan dan pembinaan umat membuat pemerintah Jepang merasa tidak bebas jika membiarkan pesantren ini tetap berjalan. Maka, setelah peristiwa pemberontakan tersebut, pesantren ini ditutup oleh Jepang dan tidak diperbolehkan melakukan kegiatan apapun. Belakangan, Kepala Erevele Belanda Ancol, Jakarta memberi kabar bahwa KH. Zaenal Mustofa telah dieksekusi pada 25 Oktober 1944 dan dimakamkan di Taman Pahlawan Belanda Ancol, Jakarta. Melalui penelusuran salah seorang santrinya, Kolonel Syarif Hidayat, pada tahun 1973 keberadaan makamnya itu ditemukan di daerah Ancol, Jakarta Utara, bersama makam-makam para santrinya yang berada di antara makam-makam tentara Belanda. Lalu, pada 25 Agustus 1973, semua makam itu dipindahkan ke Sukamanah, Tasikmalaya. Pada tanggal 6 Nopember 1972, KH. Zaenal Mustofa diangkat sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 064/TK/Tahun 1972.***

Dewi Sartika


Dewi Sartika lahir di Bandung, 4 Desember 1884 adalah tokoh perintis pendidikan untuk kaum perempuan, diakui sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia tahun 1966. Dewi Sartika dilahirkan dari keluarga priyayi Sunda, Nyi Raden Rajapermas dan Raden Somanagara. Sepeninggal ayahnya, Dewi Sartika dirawat oleh pamannya (kakak ibunya) yang berkedudukan sebagai patih di Cicalengka. Dari pamannya, beliau mendapatkan didikan mengenai kesundaan, sedangkan wawasan kebudayaan Barat diperolehnya dari berkat didikan seorang nyonya Asisten Residen bangsa Belanda. Sejak kecil, Dewi Sartika sudah menunjukkan bakat pendidik dan kegigihan untuk meraih kemajuan. Ketika sudah mulai remaja, Dewi Sartika kembali ke ibunya di Bandung. Adat yang mengekang kaum wanita pada waktu itu, membuat pamannya mengalami kesulitan dan khawatir. Namu karena kegigihan semangatnya yang tak pernah surut, akhirnya Dewi Sartika bisa meyakinkan pamannya dan diizinkan mendirikan sekolah untuk perempuan. Tahun 1906, Dewi Sartika menikah dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata, seseorang yang memiliki visi dan cita-cita yang sama. Sejak 1902, Dewi Sartika sudah merintis pendidikan bagi kaum perempuan. Merenda, memasak, jahit-menjahit, membaca, menulis, dan sebagainya, menjadi materi pelajaran saat itu Usai berkonsultasi dengan Bupati R.A. Martenagara, pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika membuka Sakola Istri (Sekolah Perempuan) pertama se-Hindia-Belanda. Setahun kemudian, 1905, sekolahnya menambah kelas, sehingga kemudian pindah ke Jalan Ciguriang, Kebon Cau. Lulusan pertama keluar pada tahun 1909, membuktikan kepada bangsa kita bahwa perempuan memiliki kemampuan yang tak ada bedanya dengan laki-laki. Pada tahun-tahun berikutnya di beberapa wilayah Pasundan bermunculan beberapa Sakola Istri, terutama yang dikelola oleh perempuan-perempuan Sunda yang memiliki cita-cita yang sama dengan Dewi Sartika. Pada tahun 1912 sudah berdiri sembilan Sakola Istri di kota-kota kabupaten (setengah dari seluruh kota kabupaten se-Pasundan). Memasuki usia ke-sepuluh, tahun 1914, nama sekolahnya diganti menjadi Sakola Kautamaan Istri (Sekolah Keutamaan Perempuan). Seluruh wilayah Pasundan lengkap memiliki Sakola Kautamaan Istri di tiap kota kabupatennya pada tahun 1920, ditambah beberapa yang berdiri di kota kewedanaan. Bulan September 1929, Dewi Sartika mengadakan peringatan pendirian sekolahnya yang telah berumur 25 tahun, yang kemudian berganti nama menjadi "Sakola Raden Déwi". Atas jasanya dalam bidang ini, Dewi Sartika dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah Hindia-Belanda. Dewi Sartika meninggal 11 September 1947 di Tasikmalaya, dan dimakamkan dengan suatu upacara pemakaman sederhana di pemakaman Cigagadon-Desa Rahayu Kecamatan Cineam. Tiga tahun kemudian dimakamkan kembali di kompleks Pemakaman Bupati Bandung di Jalan Karang Anyar, Bandung.

Ir. R. Djoeanda Kartawidjaja


Ir. R. Djoeanda Kartawidjaja lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, 14 Januari 1911. Tahun 1933, beliau menamatkan THS atau ITB dengan meraih gelar sarjana. Tahun 1937, beliau memasuki dinas pemerintahan yang bekerja sebagai tenaga ahli pada jawatan Pengairan Jawa Barat , selain itu menjabat sebagai anggota Dewan daerah Jakarta. Ia menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia ke-10 sekaligus yang terakhir. Ia menjabat dari 9 April 1957 hingga 9 Juli 1959. Setelah itu ia menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Kerja I. Sumbangannya yang terbesar dalam masa jabatannya adalah Deklarasi Djuanda tahun 1957 yang menyatakan bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Selain itu namanya juga diabadikan sebagai nama lapangan terbang di Surabaya, Jawa Timur yaitu Bandara Djuanda karena jasanya dalam memperjuangkan pembangunan lapangan terbang tersebut sehingga dapat terlaksana. Beliau wafat di Jakarta pada tanggal 7 November 1963, akibat sakit jantung, Beliau dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

Kapitan Pattimura



Kapitan Pattimura dilahirkan di Negeri Haria, Pulau Saparua-Maluku, tahun 1783, dengan nama asli Thomas Matulessy. Dalam sejarah pendudukan bangsa-bangsa Eropa di Nusantara, banyak wilayah Indonesia yang pernah dikuasai oleh dua negara kolonial secara bergantian. Demikianlah wilayah Maluku, daerah ini pernah dikuasai oleh bangsa Belanda kemudian berganti dikuasai oleh bangsa Inggris dan kembali lagi oleh Belanda. Thomas Matulessy sendiri pernah mengalami pergantian penguasaan itu. Pada tahun 1798, wilayah Maluku yang sebelumnya dikuasai oleh Belanda berganti dikuasai oleh pasukan Inggris. Ketika pemerintahan Inggris berlangsung, Thomas Matulessy sempat masuk dinas militer Inggris dan terakhir berpangkat Sersan. Tahun 1816, Belanda kembali berkuasa dan rakyat Maluku kembali mengalami penderitaan. Tidak tahan menerima tekanan-tekanan tersebut, akhirnya rakyat pun sepakat untuk mengadakan perlawanan untuk membebaskan diri. Perlawanan yang awalnya terjadi di Saparua itu kemudian dengan cepat merembet ke daerah lainnya diseluruh Maluku. Di Saparua, Thomas Matulessy dipilih oleh rakyat untuk memimpin perlawanan. Untuk itu, ia pun dinobatkan bergelar Kapitan Pattimura. Pada tanggal 16 Mei 1817, rakyat Maluku di bawah pimpinan Pattimura berhasil merebut benteng Duurstede. Tentara Belanda yang ada dalam benteng itu semuanya tewas, termasuk Residen Van den Berg. Pasukan Belanda yang dikirim kemudian untuk merebut kembali benteng itu juga dihancurkan pasukan Kapitan Pattimura. Belanda kemudian melakukan operasi besar-besaran dengan mengerahkan pasukan yang lebih banyak dilengkapi dengan persenjataan yang lebih modern. Pasukan Pattimura akhirnya kewalahan dan terpukul mundur. Di sebuah rumah di Siri Sori, Kapitan Pattimura berhasil ditangkap pasukan Belanda. Lalu beliau di bawa ke Ambon dan dibujuk untuk bekerja sama namun beliau menolaknya dan hal ini membuat Pemerintah Belanda marah dan dia pun diadili di pengadilan colonial dan dijatuhi hukuman gantung. Satu hari sebelum eksekusi hukuman gantung dilaksanakan, Pattimura masih terus dibujuk. Tapi Pattimura menunjukkan kesejatian perjuangannya dengan tetap menolak bujukan itu. Di depan benteng Victoria, Ambon pada tanggal 16 Desember 1817, eksekusi pun dilakukan. Kapitan Pattimura gugur sebagai Pahlawan Nasional. Dari perjuangannya dia meninggalkan pesan tersirat kepada pewaris bangsa ini agar sekali-kali jangan pernah menjual kehormatan diri, keluarga, terutama bangsa dan negara ini. Perlawanan sejati ditunjukkan oleh pahlawan ini dengan keteguhannya yang tidak mau kompromi dengan Belanda. Beberapa kali bujukan pemerintah Belanda agar beliau bersedia bekerjasama sebagai syarat untuk melepaskannya dari hukuman gantung tidak pernah menggodanya. Beliau memilih gugur di tiang gantung sebagai Putra Kesuma Bangsa daripada hidup bebas sebagai penghianat yang sepanjang hayat akan disesali rahim ibu yang melahirkannya.


KIAI HASYIM ASY’ARI



Beliau dilahirkan di Jombang, Jawa Timur, pada tanggal 10 April 1875. Ayahnya bernama Kiai Asyari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Dari garis ibu, Kiai Hasyim Asy’ari merupakan keturunan Raja Brawijaya VI, yang juga dikenal dengan Lembu Peteng, ayah Jaka Tingkir yang menjadi Raja Pajang (keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir). Kakeknya, Kiai Ustman terkenal sebagai pemimpin Pesantren Gedang, yang santrinya berasal dari seluruh Jawa, pada akhir abad 19. Dan ayah kakeknya, Kiai Sihah, adalah pendiri Pesantren Tambakberas di Jombang. Dari kecil, sampai umur 14 tahun, anak ketiga dari sebelas bersaudara ini mendapat pendidikan langsung dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman. Beliau tergolong anak yang pandai sehingga ia diberi kesempatan untuk membantu mengajar di pesantren ayahnya. Kemudian waktu beliau menginjak umur 15 tahun, ia berkelana dari satu pesantren ke pesantren lain. Mulai menjadi santri di Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren Trenggilis (Semarang), dan Pesantren Siwalan, Panji (Sidoarjo). Di pesantren Siwalan ia belajar pada Kyai Jakub yang kemudian mengambilnya sebagai menantu. Pada tahun 1892, Kiai Hasyim Asy'ari menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu di Mekah. Ia berguru pada Syeh Ahmad Khatib dan Syekh Mahfudh at-Tarmisi, gurunya di bidang hadis. Tahun 1899 Kiai Hasyim Asy'ari pulang ke Indonesia dan mendirikan pesantren di Tebuireng yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada abad 20. Dalam pesantren itu para santri diajari oleh pengatahuan umum seperti berorganisasi dan berpidato, selain diajarkan ilmu agama. Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional, Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti kebangkitan ulama. Pengaruh Kiai Hasyim Asy'ari pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Organisasi ini telah menjadi penyalur bagi pengembangan Islam ke desa-desa maupun perkotaan di Jawa. Beliau paling membenci perpecahan yang terjadi di kalangan umat Islam. Pemerintah Belanda bersedia mengangkatnya menjadi pegawai negeri dengan gaji yang cukup besar asalkan mau bekerja sama, tetapi ditolaknya. Dengan alasan yang tidak diketahui, pada masa awal pendudukan Jepang, Hasyim Asy'ari ditangkap. Sesudah Indonesia merdeka, melalui pidato-pidatonya Kiai Hasyim Asy’ari membakar semangat para pemuda supaya mereka berani berkorban untuk mempertahankan kemerdekaan. Ia meninggal dunia pada tanggal 25 Juli 1947 karena pendarahan otak dan dimakamkan di Tebuireng. Untuk menghargai jasa jasa dan perjuangan beliau, pemerintah menetapkan beliau sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional (SK Presiden RI No.294 Tahun 1964, tgl 17 Nop 1964).

Followers

Sumber Pengunjung yg Telah Membaca Blog ini

Pengunjung Sedang On-line
Total Pengunjung
Bunga-Bangsa.Blogspot.Com