"Selamat Datang... Demi Perkembangan Blog Ini di Mohon Mengisi Form Komentar"

Friday, July 31, 2009

Tengku Amir Hamzah



Tengku Amir Hamzah yang bernama lengkap Tengku Amir Hamzah Pangeran Indera Putera (lahir di Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Timur, 28 Februari 1911. Beliau menamatkan pendidikan HIS di Medan, lalu MULO di Jakarta, lalu AMS bag A di atau Sastra di Solo. Waktu sekolah di Solo sudah diangkat menjadi ketua Indonesia Muda cabang Solo. Tahun 1930, menjadi ketua panitia kongres Indonesia Muda yang diselenggarakan di Solo.Terkenal sebagai sastrawan, khususnya penyair. Tahun1933 ikut menerbitkan majalah Pujangga Baru, terkeanl sebagai raja penyair Pujangga Baru dan salah seorang pelopor sastrawan angkatan pujangga baru. Sajak-sajaknya bernafaskan ketuhanan, melalui bidang sastra ia giat mengenbangkan bahasa Indonesia. Tahun 1938 bertempat di solo, diselenggarakan kongres I bahasa Indonesia. Dalam ongres itu, ia dengan gigih menganjurkan agar bahasa Indonesia dipakai dalam percakapan sehari hari terutama oleh kaum terpelajar Indonesia. Dalam kumpulan sajak Buah Rindu (1941) yang ditulis antara tahun 1928 dan tahun 1935 terlihat jelas perubahan perlahan saat lirik pantun dan syair Melayu menjadi sajak yang lebih modern. Bersama dengan Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane ia mendirikan majalah Pujangga Baru (1933), yang kemudian oleh H.B. Jassin dianggap sebagai tonggak berdirinya angkatan sastrawan Pujangga Baru. Kumpulan puisi karyanya yang lain, Nyanyi Sunyi (1937), juga menjadi bahan rujukan klasik kesusastraan Indonesia. Ia pun melahirkan karya-karya terjemahan, seperti Setanggi Timur (1939), Bagawat Gita (1933), dan Syirul Asyar. Sesudah proklamasi kemerdekaan, ia berada di Sumatra Utara sebagai asisten residen RI di Langkat. Sejak masa mudanya giat dalam pergerakan nasional, ia langsung menerjunkan diri dan menyumbangkan tenaga untuk perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Tahun 1946, di Sumatra Utara berkobar revolusi nasional social yang ditujukan terhadap kaum bangsawan yang bersikap anti republic dan memihak belanda. Banyak korban yang tidak bersalah dalam revolusi ini termasuk Tengku Amir Hamzah yang terbunuh di kuala begumit. Tanggal 20 Maret 1946. Bulan November 1946, kuburannya dipindahkan ke samping Masjid azizi di Tanjung Pura

Teuku Nyak Arief



Teuku Nyak Arif. Teuku Nyak Arif (lahir di Ulee Lheuee, Aceh, 17 Juli 1899. Beliau menamatkan Sd di Banda aceh, Sekolah Raya di Bukit tinggi. Beliau gemar membaca dan mendalami pengatahuan agama. Tahun 1919 diangkat sebagai ketua Nasional Indische Partij cabang Banda Aceh. Tahun 1927-1931 sebagai anggota Volksraad atau dewan rakyat. karena selalu membela kepentingan seluruh rakyat Indonesia, makan beliau dijuluki Rencong dari Aceh. Tahun 1923 memimpin gerakan bawah tanah melawan Belanda. Beliau wafat di Takengon Aceh, 4 Mei 1946 pada umur 46 tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Beliau dimakamkan di Banda Aceh.

Tjoet Nyak Meutia



Cut Nyak Meutia (Keureutoe, Pirak, Aceh Utara, 1870 - Alue Kurieng, Aceh, 24 Oktober 1910. Awalnya Cut Meutia melakukan perlawanan terhadap Belanda bersama suaminya Teuku Muhammad atau Teuku Cik Tunong. Maret 1905, Cik Tunong berhasil ditangkap Belanda dan dihukum mati di tepi pantai Lhokseumawe. Sebelum meninggal, Teuku Cik Tunong berpesan kepada sahabatnya Pang Nagroe agar mau menikahi istrinya dan merawat anaknya Teuku Raja Sabi. Akhirnya beliau pun memenuhi amanat suaminya. Cut Meutia kemudian menikah dengan Pang Nagroe sesuai wasiat suaminya dan bergabung dengan pasukan lainnya dibawah pimpinan Teuku Muda Gantoe. Pada suatu pertempuran dengan Korps Marechausée di Paya Cicem, Cut Meutia dan para wanita melarikan diri ke dalam hutan. Pang Nagroe sendiri terus melakukan perlawanan hingga akhirnya tewas pada tanggal 26 September 1910. Cut Meutia kemudian bangkit dan terus melakukan perlawanan bersama sisa-sisa pasukkannya. Namun pada tanggal 24 Oktober 1910, Cut Meutia bersama pasukkannya bentrok dengan Marechausée di Alue Kurieng. Dalam pertempuran itu Cut Nyak Meutia gugur.

Tjoet Nyak Dien


Cut Nyak Dhien dilahirkan dari keluarga bangsawan Lampadang, wilayah VI Mukim pada tahun 1848. Ayahnya bernama Teuku Nanta Setia, seorang uleebalang VI Mukim, yang juga merupakan keturunan Machmoed Sati, perantau dari Sumatera Barat. Ibu Cut Nyak Dhien adalah putri uleebalang Lampagar. Pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh, dan mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citdadel van Antwerpen. Perang Aceh meletus. Perang pertama (1873-1874), yang dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Machmud Syah melawan Belanda yang dipimpin Kohler. Saat itu, Belanda mengirim 3.198 prajurit. Lalu, pada tanggal 8 April 1873, Belanda mendarat di Pantai Ceureumen dibawah pimpinan Kohler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman dan membakarnya. Kesultanan Aceh dapat memenangkan perang ini. Ibrahim Lamnga yang bertarung di garis depan kembali dengan sorak kemenangan, sementara Kohler tewas tertembak pada April 1873. Pada tahun 1874-1880, dibawah pimpinan Jenderal Van Swieten, daerah VI Mukim dapat diduduki Belanda pada tahun 1873, sedangkan Keraton Sultan jatuh pada tahun 1874. Cut Nyak Dhien dan bayinya akhirnya mengungsi bersama ibu-ibu dan rombongan lainnya pada tanggal 24 Desember 1875. Suaminya selanjutnya bertempur untuk merebut kembali daerah VI Mukim.Ketika Ibrahim Lamnga bertempur di Gle Tarum, ia tewas pada tanggal 29 Juni 1878. Teuku Umar, melamar Cut Nyak Dhien dan menikah lagi dengan Teuku Umar pada tahun 1880. Hal ini membuat meningkatnya moral semangat perjuangan Aceh melawan Kapke Ulanda (Belanda Kafir). Nantinya, Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar memiliki anak yang bernama Cut Gambang.Perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang fi'sabilillah. Sekitar tahun 1875, Teuku Umar melakukan gerakan dengan mendekati Belanda dan hubungannya dengan orang Belanda semakin kuat. Pada tanggal 30 September 1893, Teuku Umar dan pasukannya yang berjumlah 250 orang pergi ke Kutaraja dan menyerahkan diri kepada Belanda untuk menipu orang Belanda, Belanda sangat senang karena musuh yang berbahaya mau membantu mereka, sehingga mereka memberikan Teuku Umar gelar Teuku Umar Johan Pahlawan dan menjadikannya komander unit pasukan Belanda dan kekuasaan penuh. Ia menyimpan rencana ini sebagai rahasia, walaupun dituduh sebagai penghianat oleh orang Aceh, bahkan, Cut Nyak Meutia datang menemui Cut Nyak Dhien dan memakinya. Cut Nyak Dien berusaha menasehatinya untuk kembali melawan Belanda, namun, ia masih terus berhubungan dengan Belanda. Teuku Umar mencoba untuk mempelajari taktik Belanda, sementara pelan-pelan mengganti sebanyak mungkin orang Belanda di unit yang ia kuasai menjadi unit Belanda yang merupakan gerilyawan Aceh. Ketika jumlah orang Aceh pada pasukan tersebut cukup, Teuku Umar melakukan rencana palsu pada orang Belanda dan mengklaim bahwa ia ingin menyerang basis Aceh. Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien pergi dengan semua pasukan dan perlengkapan berat, senjata, dan amunisi Belanda, lalu tidak pernah kembali. Penghianatan ini disebut Het verraad van Teukoe Oemar (penghianatan Teuku Umar). Pengkhianatan ini menyebabkan Belanda marah dan meluncurkan operasi besar-besaran untuk menangkap baik Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar. Namun, gerilyawan kini dilengkapi perlengkapan terbaik dari Belanda dan mengembalikan identitasnya menjadi pasukan gerilyawan. Mereka mulai menyerang Belanda sementara jendral Van Swieten diganti. Penggantinya, jendral Pel, dengan cepat terbunuh dan pasukan Belanda berada pada kekacauan untuk pertama kalinya.Selain itu, Belanda mencabut gelar Teuku Umar dan membakar rumahnya, dan juga mengejar keberadaannya. Akhirnya 11 Februari ,1899 Teuku Umar gugur tertembak peluru. Akibat kematian suaminya, Cut Nyak Dien memimpin perlawanan melawan Belanda di daerah pedalaman Meulaboh. Pasukan ini terus bertempur sampai kehancurannya pada tahun 1901 dan berisi laki-laki dan wanita karena tentara Belanda sudah terbiasa berperang di medan daerah Aceh, selain itu, Cut Nyak Dien semakin tua. Matanya sudah mulai rabun, dan ia terkena penyakit encok dan juga jumlah pasukannya terus berkurang, serta sulitnya memperoleh makanan. Hal ini membuat iba para pasukan-pasukannya, termasuk salah satu pasukannya bernama Pang Laot Ali yang melaporkan lokasi markas Cut Nyak Dien pada Belanda karena iba, selain itu, agar Belanda mau memberinya perawatan medis dan membawa Belanda ke markas Cut Nyak Dhien di Beutong Le Sageu. Ia tertangkap dan ia mengambil rencong dan mencoba untuk melawan musuh, namun aksinya berhasil dihentikan oleh Belanda. Ia ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Ia dipindah ke Sumedang berdasarkan Surat Keputusan No 23 (Kolonial Verslag 1907 : 12).Cut Gambang berhasil melarikan diri ke hutan dan ia terus melanjutkan perlawanan yang sudah dilakukan ayah dan ibunya. Setelah ia ditangkap, ia dibawa ke Banda Aceh dan dirawat disitu. Penyakitnya seperti rabun dan encok berangsur-angsur sembuh. Belanda takut bahwa kehadirannya akan membuat semangat perlawanan, selain itu karena terus berhubungan dengan pejuang yang belum tunduk, akhirnya Belanda kesal, jadi ia dibuang ke Sumedang, Jawa Barat. Ia dibawa ke Sumedang bersama dengan tahanan politik Aceh lain dan menarik perhatian bupati Suriaatmaja. Sampai kematiannya, masyarakat Sumedang tidak tahu siapa Cut Nyak Dhien yang mereka sebut "Ibu Perbu" (Ratu). Ia ditahan bersama ulama bernama Ilyas yang segera menyadari bahwa Cut Nyak Dhien yang tidak dapat bicara bahasanya merupakan sarjana Islam, sehingga ia disebut Ibu Perbu. Ia mengajar Al-Quran di Sumedang sampai kematiannya pada tanggal 8 November 1908. Saat Sumedang sudah beralih generasi dan gelar Ibu Perbu telah hilang pada tahun 1960-an, dari keterangan dari pemerintah Belanda, diketahui bahwa perempuan tersebut merupakan pahlawan dari Aceh yang diasingkan berdasarkan Surat Keputusan No 23 (Kolonial Verslag 1907 : 12). akhirnya Presiden Soekarno mengukuhkan beliau sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui SK Presiden RI No.106 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964.
Nama:Cut Nyak Dien
Lahir:Lampadang, Aceh, tahun 1850
Wafat:Sumedang, Jawa Barat, 6 Nopember 1908
Dimakamkan: Sumedang, Jawa Barat
Suami:- Teuku Ibrahim Lamnga (pertama), meninggal di Gle Tarum, Juni 1878-
Teuku Umar (kedua), meninggal di Meulaboh, 11 Pebruari 1899
Pengalaman Perjuangan:- Bergerilya di daerah pedalaman Meulaboh- Dibuang ke Sumedang, Jawa Barat
Tanda Penghormatan:Pahlawan Kemerdekaan Nasional

Teuku Umar


Teuku Umar (Meulaboh, 1854 - Meulaboh, 11 Februari 1899) adalah pahlawan kemerdekaan Indonesia yang memimpin perang gerilya di Aceh semasa Pendudukan Belanda. tahun 1873 berperang melawan Belanda . Tahun 1883 berdamai denga belanda, setahun kemudian bermusuhan dengan Belanda. Tanggal 29 Maret 1896 kembali berperang melawan Belanda dan Belanda memerintahkan untuk menangkap beliau hidup atau mati. Ia gugur saat pasukan Belanda melancarkan serangan mendadak di Meulaboh. Jenazahnya dimakamkan di daerah Mugo

Monday, July 27, 2009

Hajjah Rangkayo Rasuna Said


Hajjah Rangkayo Rasuna Said (lahir di Maninjau, Agam, Sumatera Barat, 14 September 1910. Beliau menamatkan sekolah desa , Dinayah School di Padang Panjang dan belajar pula sekolah Rumah Tangga. H.R. Rasuna Said adalah seorang muda yang mempunyai kemauan yang keras dan berpandangan luas. Awal perjuangan beliau dimulai dengan beraktivitas di Sarekat Rakyat sebagai Sekretaris cabang dan kemudian menjadi anggota Persatuan Muslim Indonesia (PERMI). Beliau sangat mahir dalam berpidato yang isinya mengecam secara tajam ketidakadilan pemerintah Belanda, sehingga beliau sempat ditangkap dan dipenjara pada tahun 1932 di Semarang. Pada masa pendudukan Jepang, beliau ikut serta sebagai pendiri organisasi pemuda Nippon Raya di Padang yang kemudian dibubarkan oleh Pemerintah Jepang.Beliau mendirikan sekolah Thawalib di Padang dan memimpin sekolah kursus putri.
H.R. Rasuna Said duduk dalam Dewan Perwakilan Sumatera mewakili daerah Sumatera Barat setelah Proklamasi Kemerdekaan, diangkat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS), kemudian menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung sejak 1959 sampai akhir hayat beliau.
H.R. Rasuna diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden R.I. No. 084/TK/Tahun 1974 tanggal 13 Desember 1974.
H.R. Rasuna Said meninggalkan seorang putri (Auda Zaschkya Duski) dan 6 cucu (Kurnia Tiara Agusta, Anugerah Mutia Rusda, Moh. Ibrahim, Moh. Yusuf, Rommel Abdillah dan Natasha Quratul'Ain).


Saturday, July 25, 2009

Raden Otto Iskandar di Nata


Raden Oto Iskandar di Nata (lahir di Bandung, Jawa Barat, 31 Maret 1897 adalah salah satu Pahlawan Nasional Indonesia. Ia mendapat julukan si Jalak Harupat. Beliau pernah menjadi guru di Banjarnegara, pindah ke Pekalongan.
Di Pekalongan, masuk ke Budi Utomo dan kemudian diangkat menjadi wakil Budi Utomo dalam Dewan Kota. Dalam dewan, ia sering mencela pengusaha Belanda yang bertindak kasar kepada para petani. Karena bertengkar dengan residen Pekalongan, ia dipindahkan ke Jakarta.
Di Jakarta beliau mengajar di perguruan tinggi Muhammadiyah, selanjutnya beliau memimpin Paguyuban Pasundan sehingga menjadi maju, dan berhasil mendirikan berbagai sekolah, bank untuk kepentingan rakyat.
Pada tahun 1930 menjadi anggota Volksraad sebagai wakil Paguyuban Pasundan. Ketika sedang berpidato, dia banyak mengecam pengusaha Belanda, oleh sebab itu dia sering disuruh berhenti ketika sedang berpidato. Atas usahanya paguyuban pasundan bergabung dengan permufakatan perhimpunan politik kebanggsaan Indonesia.
Pada tahun 1939, Gabungan Politik Indonesia (GAPI) dibentuk, Paguyuban Pasundan pun menjadi anggota GAPI. Zaman pendudukan jepang, organisasi ini dilarang, lalu beliau giat di bidang kewartawanan dan menerbitkan surat kabar warta harian cahaya. Dan pada saat itulah, dia menjadi anggota Jawa Hokokai dan kemudain menjadi anggota Cuo Sangi In.
Beliau ikut menjabat sebagai anggota PPKI dan berperan dalam penyusunan UUD 1945. selanjutnya beliau ikut berpean dalam pembentukan Balai Keamana Rakyat. Dalam cabinet presidensiil, diangkat menjadi mentri Negara
Pada bulan Oktober 1945, dia diculik oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab dan kemudian dibunuh. Beliau wafat pada tanggal 20 desember 1945. pada tahun 1957, makamnya dipindahkan ke bandung.
Untuk mengabadikan perjuangan beliau, dibuatlah sebuah monumen perjuangan Bandung Utara di
Lembang, Bandung dengan nama "Monumen Pasir Pahlawan". Selain itu, namanya juga diabadikan sebagai nama jalan di beberapa kota di Indonesia.

Friday, July 24, 2009

Mohammad Husni Thamrin



Mohammad Husni Thamrin lahir di Sawah Besar, Jakarta, 16 Februari 1894. Ayahnya adalah seorang Belanda dengan ibu orang Betawi. Sejak kecil ia dirawat oleh pamannya dari pihak ibu karena ayahnya meninggal, sehingga ia tidak menyandang nama Belanda.Tahun 1919 beliau diangkat menjadi anggota dewan kota Batavia. selanjutnya tahun 1923 beliau mendirikan Persatuan Kaum Betawi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Betawi. Sejak 1935 ia menjadi anggota Volksraad melalui Parindra.
Kematiannya penuh dengan intrik politik yang kontroversial. Tiga hari sebelum kematiannya, ia ditahan tanpa alasan jelas. Menurut laporan resmi, ia dinyatakan bunuh diri namun ada dugaan ia dibunuh oleh petugas penjara. Beliau meninggal tanggal 11 Januari 1941. Jenazahnya dimakamkan di TPU Karet, Jakarta. Di saat pemakamannya, lebih dari 10000 pelayat mengantarnya yang kemudian berdemonstrasi menuntuk penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan dari Belanda.
Namanya diabadikan sebagai salah satu jalan protokol di Jakarta dan proyek perbaikan kampung besar-besaran di Jakarta pada tahun 1970-an. Selain itu didirikan pula Gedung Mohammad Hoesni Thamrin. Sebuah museum sejarah perjuangan kemerdekaan
Republik Indonesia yang berada di Jalan Kenari II No. 15, Jakarta Pusat. Museum ini memiliki koleksi foto reproduksi, radio dan barang-barang milik, serta kepustakaan tentang kiprah perjuangan Mohammad Hoesni Thamrin dalam pergerakan nasional Indonesia.


Thursday, July 23, 2009

Raja Sisingamangaraja XII


Raja Sisingamangaraja XII (Negeri Bakkara, Tapanuli, 1849 – Simsim, Tano Batak, 17 Juni 1907; bergelar Ompu Pulo Batu) adalah seorang penguasa di daerah Tapanuli, Sumatra Utara pada akhir abad ke-19. Tahun 1867 diangkat menjadi raja Tapanuli. selanjutnya tahun 1887, menyerang pos Belanda di Tarutung,sesudah itu pertempuran berkobar dimana mana. Dalam perang tersebut, banyak hulubalang Aceh yang ikut berjuang. Bulan Mei 1883, mencoba untuk merebut kedudukan Belanda di Balige, tetapi tidak berhasil. Tahun 1884, pasukan Belanda di Tangga Batu berhasil dihancurkan. Tanggal 17 Juni 1907 tempat persembunyiannya diketahui olwh Belanda dan terjadilah pertempuran sengit sampai beliua gugur dalam pertempuran. Dia wafat pada 17 Juni 1907 saat membela diri dari serangan pasukan Belanda. Makamnya berada di Soposurung, Balige setelah dipindahkan dari Tarutung.

Monday, July 20, 2009

Teuku Chik di Tiro




Teungku Chik di Tiro (Bahasa Aceh, artinya Imam ulama di daerah Tiro) atau Muhammad Saman (Tiro, Pidie, 1836Aneuk Galong, Januari 1891), adalah seorang pahlawan nasional dari Aceh. Beliau adalah putra dari Teungku Syekh Ubaidillah. Sedangkan ibunya bernama Siti Aisyah, putri Teungku Syekh Abdussalam Muda Tiro. Ia lahir pada tahun 1836, di daerah Pidie, Aceh. Ia dibesarkan dalam lingkungan agama yang ketat. Sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya, Muhammad Saman sanggup berkorban apa saja baik harta benda, kedudukan, maupun nyawanya demi tegaknya agama dan bangsa. Keyakinan ini dibuktikan dengan kehidupan nyata, yang kemudian kebih dikenal dengan Perang Sabil.
Dengan Perang Sabilnya, satu persatu benteng
Belanda dapat direbut. Begitu pula wilayah-wilayah yang selama ini diduduki Belanda jatuh ke tangan pasukannya. Pada bulan Mei tahun 1881, pasukan Muhammad Saman dapat merebut benteng Belanda Lam Baro, Aneuk Galong dan lain-lain. Belanda merasa kewalahan akhirnya memakai "siasat liuk" dengan mengirim makanan yang sudah dibubuhi racun. Tanpa curiga sedikitpun ia memakannya, dan akhirnya Muhammad Saman meninggal pada bulan Januari 1891 di benteng Aneuk Galong.
Salah satu cucunya adalah
Hasan di Tiro, pendiri dan pemimpin Gerakan Aceh Merdeka.

Sunday, July 19, 2009

Sejarah Proklamasi Kemerdekaan RI


Tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, atau "Dokuritsu Junbi Cosakai", berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang, untuk menegaskan keinginan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.


Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 14 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah dari Jepang.
Pada tanggal
25 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI.
Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat,
Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang.


Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru dan tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa Indonesia bukan pemberian Jepang.
Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu,
Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Para pemuda pejuang, termasuk
Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945. Bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.
Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu
Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu - buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang kerumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal
Moichiro Yamamotot, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Maeda Tadashi dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 September 1995 telah diterima perintah dari Tokai bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi ijin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Benjol No.1) diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sajuti Melik. Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut. Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).

Detik-detik Pembacaan Naskah Proklamasi

Naskah asli proklamasi yang ditempatkan di Monumen Nasional
Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan di kediaman Soekarno, Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh bu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.
Pada awalnya
Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional.
Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota
Barisan Pelopor yang dipimpin S.Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai
UUD 45. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.
Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari Otto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.

Isi Teks Proklamasi
Isi teks
proklamasi kemerdekaan yang singkat ini adalah:
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta
Di sini ditulis tahun 05 karena ini sesuai dengan
tahun Jepang yang kala itu adalah tahun 2605.

Naskah Otentik
Suara Bung Karno sewaktu membacakan naskah proklamasi pada 17 Agustus 1945
Kesulitan memainkan berkas media?
Teks diatas merupakan hasil ketikan dari Sayuti Melik (atau Sajoeti Melik), salah seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan proklamasi.
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jakarta, hari 17, bulan 8, tahun 45
Wakil2 bangsa Indonesia.

Drs Moh Hatta


Drs. Mohammad Hatta
Latar belakang keluarga
Moh Hatta lahir di Bukittinggi pada tanggal 12 agustus 1902. Keluarga ibunya termasuk keluarga terkaya di Bukittinggi.
Latar belakang pendidikan
Tamat belajar di Inlandche school di Bukittinggi lalu pada sore harinya belajar agama
Tamat ELS, MULO, dan HBS di Bukittinggi
Meneruskan HBSA di Jakarta.
Pada tahun 1921 meneruskan sekolah di Belanda dan lulus sebagai Drs ekonomi.
Latar belakang Perjuangan
Bung Hatta seperti halnya Bung Karno juga aktif dalam pergerakan pemuda
Sewaktu PNI dibubarkan, beliau mendirikan PNI
Tahun 1935 ditangkap dan dipenjarakan lalu dibuang ke Boven Digul

Dalam pembuangan, Hatta secara teratur menulis artikel-artikel untuk surat kabar Pemandangan
Tahun 1936 dipindahkan ke Banda Neira
Pada tanggal 3 Pebruari 1942, Hatta dan Sjahrir dibawa ke Sukabumi. Pada tanggal 9 Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang, dan pada tanggal 22 Maret 1942 Hatta dan Sjahrir dibawa ke Jakarta.

Tahun 1945 bersama ir Soekarno dan Ki Hajar Dewantara mendirikan Putera
Tahun 1945 bersama dengan Bung Karno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Selain aktif dalam bidang politik, Bung Hatta juga aktif dalam bidang ekonomi. Keaktifannya memajukan perekonomian rakyat melalui koperasi membuat beliau dijuluki sebagai "Bapak Koperasi Indonesia

Beliau wafat tanggal 14 Maret 1980 dan dimakamkan di Jakarta.

Ir Soekarno


Latar belakang Keluarga Ir. Soekarno.
Ir Soekarno(1901 - 21 Juni 1970) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945 - 1966. Beliau dilahirkan pada tanggal 6 jUni 1901 di Surabaya.Ayahnya bernama Raden Sukemi Sosrodihardjo, seorang guru di Surabaya, Jawa. Ibunya bernama Ida Nyoman Rai berasal dari Bali. Soekarno menamatkan sekolah desa di Tulung Agung, lalu ELS di Mojokerto, dan HBS Di Surabaya,
Lalu pada tahun 1926, dia menamatkan pendidikannya di ITB, Bandung dan mendapat gelar Insinyur.
Latar belakang perjuangan
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927.
Pada tahun 1927 mendirikan PNI bersama Mr. Iskak, Dr Cipto Mangunkusumo, Mr Budiarto, Mr Sunaryo dan Mr Sartono. Partai ini tidak mau bekerja sama dengan Belanda.
Tahun 1929 dipenjara karena tuduhan mau mengadakan pemberontakan. selama 4 tahun mendekam di penjara sukamiskin. setelah keluar dari penjara, semangatnya semakin berkobar. dia ditangkap lagi dan dibuang ke ende selama 4 tahun setelah itu dipindahkan ke Bengkulu.
Tahun 1942, Jepang masuk ke Indonesia. soekarno dibawa ke Jakarta.
Tahun 1943 bekerja sama mendirikan Putera, organisasi pemuda yang bertujuan untuk mendidik generasi muda agar cinta tanah air dan bangsa.
tanggal 17 agustus 194, bersama Bung Hatta mewakili Bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dan diangkat menjadi presiden RI pertama.
Keluarga Soekarno
Istri Soekarno
* Oetari
* Inggit Garnasih
* Fatmawati
* Hartini
* Ratna Sari Dewi Soekarno (nama asli: Naoko Nemoto)
* Haryati
Putra-putri Soekarno
* Guruh Soekarnoputra
* Megawati Soekarnoputri, Presiden Indonesia masa jabatan 2001-2004
* Guntur Soekarnoputra
* Rachmawati
* Sukmawati
* Taufan dan Bayu (dari istri Hartini)
* Kartika Sari Dewi Soekarno (dari istri Ratna Sari Dewi Soekarno)
Soekarno sendiri wafat pada tanggal 21 Juni 1970 di Wisma Yaso, Jakarta, setelah mengalami pengucilan oleh penggantinya Soeharto. Jenazahnya dikebumikan di Kota Blitar, Jawa Timur, dan kini menjadi ikon kota tersebut, karena setiap tahunnya dikunjungi ratusan ribu hingga jutaan wisatawan dari seluruh penjuru dunia. Terutama pada saat penyelenggaraan Haul Bung Karno.

Followers

Sumber Pengunjung yg Telah Membaca Blog ini

Pengunjung Sedang On-line
Total Pengunjung
Bunga-Bangsa.Blogspot.Com